mediajava

blog berita,info,Herbal,news,iklan

Tinjauan Perspektif Nubuat Mesianistik

Dua Sumber Perbedaan
Agama2 Samawi
Tinjauan Perspektif
Nubuat Mesianistik

Oleh :

Muchyar Yara
Pusat Studi
KIO Kajian Islam Otentik

Jakarta, Agustus 2005

DUA SUMBER PERBEDAAN
AGAMA2 SAMAWI )
Tinjauan Perspektif Nubuat Mesianistik

Oleh : Muchyar Yara
Kio- Kajian Islam Otentik

Agama Samawi
Agama Samawi mengandung arti sebagai agama yang didasarkan oleh Kitab Wahyu/Suci yang diturunkan oleh Tuhan YME melalui Utusan-Nya (Nabi atau Rasul). Agama Samawi yang ada sampai saat ini serta yang dianut oleh umat manusia di dunia (sesuai dengan urutan turunnya) adalah : Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Islam.

Sekalipun semua agama samawi ini mengaku berasal dari Tuhan yang sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa (meskipun disebutkan secara berbeda), tetapi didalam kenyataannya satu sama lainnya saling berbeda pada banyak aspeknya.

Perbedaan pertama adalah didalam pengakuannya terhadap Utusan Tuhan (Nabi/Rasul). Agama Yahudi mengakui dari Nabi yang pertama yaitu Nabi Adam as sampai dengan nabi bangsa Israel (terakhir) yaitu Nabi Ezra dan Nabi Nehemia, dan masih menunggu nabi yang terakhir. Agama Nasrani mengakui dari Nabi yang pertama yaitu Nabi Adam as sampai Nabi Isa as sebagai nabi yang terakhir, termasuk Nabi Zakaria as/Nabi Yahya as. Agama Islam mengakui dari Nabi yang pertama yaitu Nabi Adam as sampai nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW yang datang setelah Nabi Isa as.

Sedangkan perbedaan yang kedua adalah didalam hal ajarannya, di mana dalam banyak aspek aqidah (ushul) dan syariat (furru’) ajaran masing2 agama samawi ini saling berbeda satu dengan lainnya.
Padahal perbedaan pada ketiga agama samawi ini justru bersumber pada adanya satu kesamaan, yaitu masing2 agama mengaku/meng-klaim agamanyalah dan nabinyalah Juru Selamat dan Pembawa Rahmat Tuhan bagi seluruh umat manusia di akhir jaman.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas tentang agama mana yang benar dan agama mana yang salah berkaitan dengan klaim masing2 sebagai pembawa keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia diakhir jaman, tetapi tulisan hanya sekedar ingin menggambarkan atau mendeskripsikan secara ringkas seputar masalah peng-klaim-an Juru Selamat/Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia itu menurut versi masing2 agama samawi termaksud.
Namun mengingat Penulis adalah juga seorang penganut agama Islam, maka tulisan ini tentunya tidak bisa sepenuhnya bebas dari persepsi agama yang dianutnya itu.

Kitab2 Agama Samawi

Sebelum menguraikan tentang sumber perbedaan diantara agama2 samawi yang ada berdasarkan masing2 kitab sucinya, maka ada baiknya terlebih dahulu dijelaskan tentang kitab2 suci agama2 samawi tersebut
Kitab Suci Agama Yahudi dinamakan “Tanakh” yang terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Torah (Taurat), 2. Nevi’im dan 3. Ketuvim.
Sedangkan Kitab Suci Agama Kristen dinamakan “Injil” yang dibagi atas 2 bagian, yaitu : 1. Perjanjian Lama, dan 2. Perjanjian Baru.
Perjanjian Lama berisikan Kitab “Tanakh” hanya saja dengan susunan yang berbeda.
Dinamakan “Perjanjian Lama” karena Agama Kristen menganggap Kitab “Tanakh” merupakan kitab suci yang berisikan perjanjian Tuhan dengan Bangsa Israel saja, sedangkan “Perjanjian Baru” yang berisikan wahyu kepada Nabi Isa as dianggap sebagai perjanjian Tuhan kepada seluruh umat manusia yang menggantikan perjanjian yang lama (Tanakh), sebagaimana yang dimaksudkan dalam wahyu Tuhan :

Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, ……
(Yeremia 31:31)

Untuk lebih jelasnya lagi dibawah ini akan disajikan tabel isi Kitab Tanakh dan Kitab Injil untuk diperbandingkan :

TANAKH
INJIL

PERJANJIAN LAMA PERJANJIAN BARU

TORAH
1. Bereishith
2. Shemoth
3. Vayiqra
4. Bamidbar
5. Devarim
6. Yehoshua
7. shoftim
8. Shmuel
9. Melakhim
10. Yeshayah
11. Yirmyah
12. Yechezqel
13. The Twelve
NEVI’IM
14. Hoshea (Hosea)
15. Yoel (Joel)
16. Amos
17. Ovadyah (Obadiah)
18. Yonah (Jonah)
19. Mikhah (Micah)
20. Nachum
21. Chavaqquq (Habbakkuk)
22. Tzefanyah (Zephaniah)
23. Chaggai
24. Zekharyah (Zechariah)
25. Malakhi
26. Tehillim (Psalms)
27. Mishlei (Proverbs)
28. Iyov (Job)
29. Shir Ha-Shirim
30. Ruth
KETUVIM
31. Eikhah (Lamentations)
32. Qoheleth
33. Esther
34. Daniel
35. Ezra & Nechemyah (Nehemiah)
36. Divrei Ha-Yamim (Chro-nicles).

1. Kejadian 1 . Matius
2. Keluaran 2 . Markus
3. Imamat 3 . Lukas
4. Bilangan 4 . Yohanes
5. Ulangan 5 . Kisah Para Rasul
6. Yosua 6 . Roma
7. Hakim-hakim 7 . 1.Korintus
8. Rut 8 . 2.Korintus
9. 1. Samuel 9 . Galatia
10. 2. Samuel 10. Efesus
11. 1. Raja-raja 11. Filipi
12. 2. Raja-raja 12. Kolose
13. 1.Tawarikh 13. 1.Tesalonika
14. 2.Tawarikh 14. 2.Tesalonika
15. Ezra 15. 1.Timotius
16. Nehemia 16. 2.Timotius
17. Ester 17. Titus
18. Ayub 18. Filemon
19. Mazmur 19. Ibrani
20. Amsal 20. Yakobus
21. Pengkhotbah 21. 1.Petrus
22. Kidung Agung 22. 2.Petrus
23. Yesaya 23. 1.Yohanes
24. Yeremia 24. 2.Yohanes
25. Ratapan 25. 3.Yohanes
26. Yehezkiel 26. Yudas
27. Daniel 27. Wahyu
28. Hosea
29. Yoel
30. Amos
31. Obaja
32. Yunus
33. Mikha
34. Nahum
35. Habakuk
36. Zefanya
37. Hagai
38. Zakharia
39. Maleakhi

Kitab Suci Agama Islam dinamakan “Al Qur’an”, yang terdiri atas 114 Surat.

NO SURAH NO SURAH NO SURAH

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
AL-FATIHAH
AL-BAQARAH
ALI IMRAN
AN-NISA
AL-MAIDAH
AL-AN’AM
AL-A’RAF
AL-ANFAL
AT-TAUBAH
YUNUS
HUD
YUSUF
AR-RAD
IBRAHIM
AL-HIJR
AN-NAHL
AL-ISRA’
AL-KAHFI
MARYAM
TAHA
AL-ANBIYA
AL-HAJJ
AL-MU’MINUN
AN-NUR
AL-FURQAN
ASY-SYU’ARA
AN-NAML
AL-QASAS
AL-ANKABUT
AR-RUM
LUQMAN
AS-SAJDAH
AL-AHZAB
SABA’
FATIR
YASIN
AS-SAFFAT
SHAD
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
AZ-ZUMAR
AL-MU’MIN
FUSSILAT
ASY-SYURA
AZ-ZUKHRUF
AD-DUKHAN
AL-JATSIYAH
AL-AHQAF
MUHAMMAD
AL-FATH
AL-HUJURAT
QAF
AZ-DZARIYAT
AT-THUR
AN-NAJM
AL-QAMAR
AR-RAHMAN
AL-WAQIAH
AL-HADID
AL-MUJADILAH
AL-HASYR
MUMTAHANAH
AS-SAFF
AL-JUMU’AH
MUNAFIQUN
AT-TAGABUN
AT-TALAQ
AT-TAHRIM
AL-MULK
AL-QALAM
AL-HAQQAH
AL-MA’ARIJ
NUH
AL-JIN
MUZAAMMIL
MUDDASSIR
AL-QIYAMAH
AL-INSAN
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
MURSALAT
AN-NABA
AN-NAZI’AT
ABASA
AT-TAKWIR
AL-INFITAR
MUTAFFIFIN
AL-INSYIQAQ
AL-BURUJ
AT-TARIQ
AL-A’LA
AL-GASYIYAH
AL-FAJR
AL-BALAD
ASY-SYAMS
AL-LAIL
AD-DUHA
ALAM NASYRAH
AT-TIN
AL-‘ALAQ
AL-QADAR
AL-BAYYINAH
AZ-ZALZALAH
AL-‘ADIYAT
AL-QARI’AH
AT-TAKASUR
AL-ASHR
AL-HUMAZAH
AL-FIL
QURAISY
AL-MA’UN
AL-KAUTSAR
AL-KAFIRUN
AN-NASR
AL-LAHAB
AL-IKHLAS
AL-FALAQ
AN-NAS
Sikap Terhadap Masing2 Kitab Suci.

Agama Yahudi hanya mengakui dan menganggap Kitab Tanakh sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhan YME melalui Nabi Musa as (Taurat), Nabi Daud as (Zabur) dan nabi2 Bani Israel lainnya. Mereka tidak mengakui Perjanjian Baru Injil umat Kristen dan Al Qur’an umat Islam sebagai kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan YME.

Agama Kristen mengakui Kitab Tanakh sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhan YME kepada dan sebagai perjanjian dengan Bani Israel saja, oleh karenanya di dalam Injil, Kitab Tanakh dinamakan sebagai Perjanjian Lama, sementara Injil Perjanjian Baru merupakan perjanjian Tuhan kepada seluruh umat manusia yang diturunkan kepada Nabi Isa as. Agama Kristen tidak mengakui Al Qur’an sebagai kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan YME.

Agama Islam mengakui Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as dan Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as (yang menjadi bagian dari Kitab Tanakh) dan Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as sepanjang bagian2 yang belum di-ubah2 pada ketiga Kitab Suci itu, berdasarkan firman Allah SWT di dalam Al Qur’an :

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.
(QS. Al Ankabut [29]: 46)

Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
(QS. Ali Imaran [3]: 3)

Kata “membenarkan” atau dalam kata Arabnya “mussadiq” mempunyai 2 makna, yaitu mengkonfirmasikan sesuatu yang benar sebagai benar, atau membenarkan atau membetulkan atau meluruskan sesuatu yang tidak benar agar menjadi benar kembali, berdasarkan firman Allah SWT di dalam Al Qur’an :

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.
(QS. Ali Imran [3]: 78)

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
(QS. Al Maidah [5]: 15)
Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al Maidah [5]: 13).

Firman Allah SWT yang serupa dengan ayat2 Al Qur’an di atas, juga dimuat pada Kitab Tanakh/Injil Perjanjian Lama, yaitu :

Bagaimana kamu berani berkata: “Kami bijaksana dan kami mempunyai Taurat Tuhan?” Sesungguhnya, pena palsu penyurat sudah membuatnya menjadi bohong.
(Yeremia 8 : 8)

Tetapi Sabda yang dibebankan oleh TUHAN janganlah kamu sebut-sebutkan lagi, sebab yang menjadi beban bagi setiap orang ialah perkataannya sendiri, oleh karena kamu telah memutarbalikan perkataan-perkataan Allah yang hidup, TUHAN semesta alam, Allah kita .
(Yeremia 23 : 36)
Waktu untuk bertindak telah tiba bagi TUHAN; mereka telah merombak Taurat-Mu.
(Mazmur 119: 126)
Sudah Upload yaisra 1
Nubuat Mesianistik

Mesiah atau Moshiach (dalam dialek Ibrani) mengandung arti sebagai “Yang Diurapi” atau “Yang Diberkati” (“The Anointed One” atau “The Appointed One”). Kata ini diterjemahkan kedalam bahasa Yunani menjadi “Christos” (atau “Kristus”)

Mesiah atau Christos (Kristus) inilah yang dipercayai oleh semua agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam) sebagai Seorang Nabi terakhir (Nabi Penutup) yang diutus Tuhan YME di akhir jaman untuk membawakan keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Tidak ada lagi nabi setelah Mesiah ini.
Karena ruang lingkup Kristus tidak seperti nabi2 bangsa Israel atau nabi2 lain sebelumnya yang hanya mencakup kaumnya saja, maka Mesiah/Kristus ini datang untuk seluruh umat manusia, artinya ruang-lingkup Mesiah/Kristus adalah Universal atau dalam bahasa Yunani disebut Katholikos.

Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, ….
(Yesaya 42: 6).

Setiap agama samawi meng-klaim bahwasanya Mesiah Universial atau Christos Katholikos (Kristus Katholik) adalah berasal dari lingkungan agamanya masing2, atau Sang Kristus Katholik itu adalah Nabi/Rasul Pembawa Risalah agamanya masing2.

Penamaan umat pengikut Nabi Isa as yang sebelumnya adalah “Kaum Nazareth” atau “Kaum Nasrani/Nasarah” menjadi “Kristen Katholik”, adalah juga dalam rangka peng-klaim-an bahwasanya Nabi Isa adalah Sang Kristus Khatolik (Sang Mesiah Universal).

Penyebutan “Isa” didalam Al Qur’an adalah menurut dialek Arab dari kata aseli dalam bahasa Ibrani (Aramic) “Yoshua”, yang kemudian diterjemahkan lagi kedalam bahasa Yunani menjadi “Yesus”. Sehingga kemudian melekatlah sebutkan “Yesus Kristus” yang berarti Yesus/Yoshua/Isa adalah Sang Christos/Kristus/Mesiah Universal.
Peng-klaim-an Umat Nasrani di atas didasarkan pada salah satu ayat dalam Injil Perjanjian Baru :

“Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesiah”
(Kisah 18 : 5).

Hampir semua Nabi yang disebut pada setiap kitab suci menyampaikan kabar tentang akan datangnya Sang Mesiah ini di akhir jaman, dan riwayat2 tentang Mesiah Universal di dalam kitab2 suci ini dinamakan sebagai “Nubuat Mesianistik”.
Udah upload 2
Ciri2 Sang Mesiah Universal

Secara garis besar semua nubuat itu menggambarkan tentang 2 ciri utama Sang Mesiah Universal yang disepakati oleh semua agama, yaitu :

1. Sang Mesiah Universal (Kristus Katholik) adalah “keturunan Nabi Ibrahim as dari anaknya yang dikorbankan”, berdasarkan :

Tanakh/Injil Perjanjian Lama :
Kata-Nya: “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri..demikianlah firman TUHAN –: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.
Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.
(Kejadian 22 : 16-18)

Injil Perjanjian Baru :
Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberikan Injil kepada Abraham: “Olehmu segala bangsa akan diberkati”
Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu
(Galatia 3 : 8-9)

Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunannya. Tidak dikatakan “kepada keturunan-keturunannya” seolah-olah dimaksudkan banyak orang, tetapi hanya satu orang: “dan kepada keturunanmu”, yaitu Kristus.
(Galatia 3 : 16)

Al Qur’an :
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”.
(QS. Al Baqarah [2]: 124)

2. Sang Mesiah Universal memiliki kesamaan sifat/aspek kenabian dengan Nabi Musa as., berdasarkan :

Tanakh/Injil Perjanjian Lama :
Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini (maksudnya Nabi Musa as-red.); Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepada kepadanya.
(Ulangan 18 : 18)

Islam membenarkan dan menyetujui ayat Taurat di atas, berdasarkan :

Al Qur’an :
Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir`aun.
(QS. Al Muzzammil [73] : 15)

QS. Al Muzzammil [73]: 15 di atas secara jelas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW yang di kirim oleh Allah SWT kepada Kaum Musyrikin Mekkah adalah seperti (sebagaimana) Rasul yang di kirim Allah SWT kepada Fir’aun, yaitu Nabi Musa as.

Disamping kedua ciri Mesiah Universal yang disepakati oleh ketiga agama samawi di atas, terdapat satu ciri lain yang tidak disepakati, yaitu Agama Yahudi dan Agama Kristen setuju tetapi Agama Islam tidak setuju, yaitu ciri yang mengatakan bahwa Sang Mesiah Universal itu adalah keturunan Nabi Daud as.

Dasar Agama Yahudi dan Agama Nasrani mempercayai Mesiah Universal dari Keturunan Nabi Daud as, diantaranya adalah ayat-ayat didalam Tanakh atau Injil Perjanjian Lama :

Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud.
(Yesaya 55 : 3)

Mereka akan mengabdi kepada TUHAN, Allah mereka, dan kepada Daud, raja mereka, yang akan Kubangkitkan bagi mereka.
(Yeremia 30 : 9)
Sebab beginilah firman TUHAN: Keturunan Daud tidak akan terputus duduk di atas tahta kerajaan kaum Israel !
(Yeremia 33 : 17)

Pada waktu itu TUHAN akan melindungi penduduk Yerusalem, dan orang yang tersandung di antara mereka pada waktu itu akan menjadi seperti Daud, dan keluarga Daud akan menjadi seperti Allah, seperti malaikat TUHAN, yang mengepalai mereka.
(Zakharia 12 : 8)

Sementara itu agama Nasrani, dalam Injil Perjanjian Baru menambahkan lagi dengan menyakini bahwa Nabi Isa as adalah Sang Mesiah Universal keturunan Nabi Daud as. :

Ingatlah ini : Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.
(2 Timotius 2 : 8)

Dilain pihak umat Islam menolak ciri ketiga Mesiah Universal itu harus berasal dari keturunan Nabi Daud as, karena hal itu dibantah sendiri oleh Tanakh (Injil Perjanjian Lama) maupun oleh Injil Perjanjian Baru.

Ayat-ayat dalam Tanakh/Injil Perjanjian Lama yang membantah Mesiah adalah dari keturunan Nabi Daud as :

Firman TUHAN datang kepada Yeremia, bunyinya :
“Beginilah firman TUHAN: Jika kamu dapat mengingkari perjanjian-Ku dengan siang dan perjanjian-Ku dengan malam, sehingga siang dan malam tidak datang lagi pada waktunya,
maka juga perjanjian-Ku dengan hamba-Ku Daud dapat diingkari, sehingga ia tidak mempunyai anak lagi yang memerintah di atas di tahtanya; begitu juga perjanjian-Ku dengan orang-orang Lewi, yakni imam-imam yang menjadi pelayan-Ku.”
(Yeremia 33 : 19-21)

Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.
(Kejadian 49 : 10)

Ayat-ayat Tanakh di atas justru mengatakan bahwa tidak ada lagi anak (keturunan) Nabi Daud as yang menjadi Raja/Nabi dan jika Mesiah Universal datang maka kekuasaan Yehuda (Sukunya Nabi Daud) akan hilang, dan semua bangsa termasuk Yehuda akan tunduk kepada Sang Mesiah tersebut. Jadi Sang Mesiah itu bukanlah dari suku Yehuda keturunan Nabi Daud as.

Kemudian ayat-ayat Injil Perjanjian Baru juga menolak Mesiah Universal berasal dari keturunan Nabi Daud as, berdasarkan ayat :

Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Bagaimana orang dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah anak Daud?
‘Sebab Daud sendiri berkata dalam kitab Mazmur: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku (“Adoni”-red.): duduklah di sebelah kanan-Ku,
sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.
Jadi Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?”
(Lukas 20 : 41-44).

Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.
(Matius 21 : 43)

Pada ayat di atas, Nabi Isa as sendiri secara terang telah membantah bahwa Sang Mesiah adalah dari keturunan Nabi Daud as.
Dalam budaya masyarakat Semit adalah hal yang umum menyebutkan moyang atau leluhur mereka dengan istilah “Bapak” dan menyebutkan keturunannya dengan sebutan “Anak”.
Melalui pernyataannya itu sebenarnya Nabi Isa as ingin menyadarkan kekeliruan bangsa Israel yang mengatakan bahwa Mesiah itu adalah anak (keturunan) Nabi Daud. Karena Nabi Daud sendiri menyebutkan Mesiah itu sebagai “Tuanku” atau dalam bahasa Ibrani adalah “Adoni”.

Jika pada pada 2 Timotius 2 : 8 Injil Perjanjian Baru dikatakan bahwa Yesus adalah keturunan Nabi Daud, maka pada Lukas 20: 41-44 Injil Perjanjian Baru, Yesus sendiri yang mengatakan bahwa Mesiah Universal bukanlah dari keturunan Nabi Daud, maka tentunya berarti pula Yesus yang keturunan Nabi Daud as bukanlah sang Mesias Universal yang dimaksud.
Pernyataan dari Yesus pada Lukas 20 : 41-44 di atas tentunya lebih patut untuk dijadikan pegangan dibandingkan dengan ucapan dari Paulus yang menyatakan Yesus adalah Mesias (Kisah Para Rasul 18 : 5), karena bukankah Paulus seperti pengakuannya sendiri hanyalah pelayan Yesus.

“Yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus…….. ”
(Roma 15 : 16).

Disamping itu jika Paulus dalam Injil Perjanjian Baru-Kisah Para Rasul 18: 5 tersebut di atas mengatakan “Yesus adalah Mesiah”, maka tentunya Yesus merupakan Nabi yang diutus kepada seluruh umat manusia.
Berkenaan dengan hal ini, Paulus yang menyatakan dirinya sebagai Utusan Ke-13 dari Yesus Kristus, berdasarkan pengangkatan yang terjadi pada peristiwa spiritual diluar kota Damsyik beberapa tahun pasca penyalipan Yesus (artinya Paulus tidak pernah diangkat secara langsung oleh Yesus dimasa hidupnya Yesus dan tidak pula pernah menerima pengajaran langsung dari Yesus ketika hidupnya), mengatakan :
“Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberi dan rasul–yang kukatakan ini benar, aku tidak berdusta—dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran.”
(Timotius 2 : 7)
“Yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya yang disucikan oleh Roh Kudus.”
(Roma 15 : 16).

“Aku berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi. Justru karena aku adalah rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi, aku menganggap hal itu kemuliaan pelayanananku.”
(Roma 11 : 13)

“Tetapi sebaliknya, setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang tak bersunat, sama seperti Petrus untuk orang-orang bersunat.”
(Galatia 2 : 7)

Pada ayat-ayat Injil Perjanjian Baru di atas, Paulus menyatakan bahwa ajaran atau Injil yang dibawa oleh Yesus adalah untuk semua umat manusia, dimana tugas untuk menyampaikannya kepada bangsa-bangsa non-Yahudi ada pada dirinya (Paulus), sedangkan tugas untuk menyampaikannya kepada bangsa Yahudi berada pada Petrus (atau nama Ibraninya: “Simon Kefas”).

Namun pada tempat yang lain Injil Perjanjian Baru memberitakan ucapan Yesus sendiri, yaitu :

“Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”
(Matius 15 : 42)

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”
(Matius 10 : 5-6).

Ayat-ayat Injil Matius di atas memuat penegaskan dari Yesus sendiri bahwasanya misinya hanya untuk bangsa Israel.
Tetapi pada Injil Markus terdapat satu ayat yang memuat perkataan Yesus (pasca peristiwa Kebangkitan) yang berbeda/bertolak belakang dengan ayat-ayat Injil Matius di atas, yaitu :

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”
(Markus 16 : 16-17)

Ayat pada Injil Markus di atas disamping bertolak belakang dengan Injil Matius 15:42 dan 10: 5-6 yang telah disebutkan, juga bertentangan dengan pernyataan Paulus bahwa dialah yang bertugas untuk bangsa-bangsa non-Yahudi seperti yang tercantum pada Timotius 2 : 7, Roma 15 : 16, Roma 11 : 13 dan Galatia 2:7, sedangkan menurut Injil Markus di atas, Yesus justru menugaskan ke-12 muridnya menyampaikan Injil kepada seluruh umat manusia, dimana Paulus tidak termasuk diantaranya.
Kemudian bilamana pada Galatia 2:7, Paulus mengatakan bahwa dia bertanggung jawab untuk mengajarkan orang-orang non-Yahudi (tidak bersunat), sedangkan Petrus (Simon Kefas) mengajar orang-orang Yahudi (bersunat), maka pada Kisah Para Rasul 15:7, dikatakan :

Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: “Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.”

Sehingga persoalan apakah ajaran Yesus berlingkup umat manusia (Universal) ataukah hanya berlingkup khusus bagi umat Yahudi saja dan siapakah yang bertanggung menyebarkan ajaran itu kepada bangsa-bangsa non-Yahudi (seandainya benar ajaran itu berlingkup umat manusia), terdapat kontradiksi di dalam Injil Perjanjian Baru.

Dalam kaitannya dengan kedatangan Mesiah Univesal ini lebih lanjut Nabi Isa as memperingatkan para muridnya dan pengikutnya akan munculnya penyesatan sehubungan dengan Mesiah ini, sebagaimana direkam pada Injil Perjanjian Baru :

Jawab-Nya: “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia , dan; Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka.
(Lukas 21 : 8)

Jawab Yesus kepada mereka: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!
Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang
(Matius 24 : 4-5).

Kedua ayat di atas mengandung 4 unsur yaitu:
a. banyak orang akan datang ( atau muncul)
b. memakai nama Yesus
c. berkata : Akulah Dia atau Akulah Mesias.
d. Perkataan itu adalah sesat dan jangan diikuti.

Siapakah yang dimaksudkan didalam jawaban Yesus dengan “Akulah Dia/Akulah Mesias”? Berdasarkan kaidah bahasa manapun juga, mengingat kata “Akulah…” merupakan bagian dari jawaban yang diucapkan oleh Yesus, maka “Akulah…” berarti “Yesuslah..”.
Tetapi kenyataannya ayat di atas ditafirkan dalam 2 arti, yaitu :
a. Banyak orang lain dengan memakai nama Yesus akan mengatakan dirinya/Akulah (setiap orang yang banyak itu) adalah Mesias. Dan itu adalah menyesatkan, atau
b. Banyak orang lain dengan memakai nama Yesus akan mengatakan Yesus-lah Mesias . Dan itu adalah menyesatkan.

Menurut pandangan agama Islam, setelah 20 Abad sejak Yesus mengucapkan peringatan di atas, memang banyak orang (lain) yang mengaku-aku dirinya sebagai Mesiah, tetapi tidak ada satupun dari mereka itu mendasarkan pengakuan ke-Mesiah-annya dengan memakai nama Yesus. Sebaliknya kenyataan justru menunjukan banyak orang lain (selain Yesus sendiri) dengan memakai nama Yesus mengatakan bahwa Yesus-lah Mesias.
Dengan demikian penafsiran kedualah yang harus dipakai dalam rangka memaknai ucapan Yesus pada Injil Perjanjian Baru Lukas 21:8 dan Matius 24: 4-5, selain tentunya pemaknaan berdasarkan kaidah bahasa yang umum.

Kemudian dilain kesempatan Nabi Isa as juga menginformasikan kepada kepada para muridnya dan pengikutnya tentang kedatangan Mesias yang sebenarnya :

Kata Yesus kepada mereka: “Hanya sedikit waktu lagi terang ada diantara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu kemana ia pergi”.
(Yohannes 12 : 35)

Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.
(Yohannes 16 : 13)

“Ia akan memuliakan Aku…”
(Yohannes 16 : 14)

Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingat kamu akan semua yang telah kukatakan kepadamu.
(Yohannes 14 : 26)

Menurut pandangan Agama Islam, satu-2nya Nabi Allah yang kedatangannya paling dekat sesudah Yesus adalah Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang nabi pembawa Risalah Agama yang baru (Islam) dan Kitab Suci yang baru pula, yaitu Al Qur’an, dan keberadaan Agama dan Kitab Suci yang beliau bawa terus bertahan sampai kini serta di imani/dianut oleh milyaran umat manusia.

Memang ada juga beberapa nabi palsu dengan mengaku-aku pembawa risalah agama & kitab baru yang muncul setelah Yesus, tetapi tidak ada satupun diantaranya yang ajarannya bertahan hidup lama. Selain itu juga tidak ada satupun diantara nabi2 palsu dan agama2 palsu yang muncul itu memuliakan Yesus.
Nabi Muhammad SAW dengan Islam dan Al Qur’an yang dibawanya, menepis semua tuduhan negatif umat Yahudi kepada Maryam dan Yesus, dan bahkan memuliakan Yesus dengan mengakuinya sebagai Nabi Allah yang mulia, serta mengingatkan kata-2 yang telah diucapkan Yesus, dalam 73 ayat pada Al Qur’an, yaitu : Surah Ali Imran [3] : 33-63, Surah An Nisa [4] : 156-159 & 171-172, Surah Al Maidah [5]: 110-120, Surah Maryam [19] : 16-36, Surah Al Mukminun [23]: 50 dan Surah Az Zukruf [43]: 63-65.

Dengan demikian yang dimaksudkan oleh Yesus dalam ayat2 Injil Perjanjian Baru di atas, tentang Mesiah yang akan datang itu adalah merujuk kepada Nabi Muhammad SAW.

Sumber Perbedaan Pertama : Siapakah Anak Yang Dikorbankan ?

Pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama Kitab Kejadian 22 : 16-18 yang telah disebutkan diatas dikatakan bahwa melalui anak tunggal Nabi Ibrahim as yang dikorbankan itulah akan lahir Mesiah Universal yang membawa keselamatan dan keberkatan bagi seluruh umat manusia.

Sebagaimana diakui oleh ketiga agama samawi termaksud, anak Nabi Ibrahim as ada dua orang yaitu Ismail dan Ishak.
Menurut Tanakh/Injil Perjanjian Lama, selisih umur antara Ismail dan Ishak adalah 14 tahun, dimana Ismail merupakan anak pertama sedangkan Ishak adalah anak kedua bagi Nabi Ibrahim as, halmana dibuktikan melalui :

Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dan Abraham menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abraham berumur delapan puluh enam tahun , ketika Hagar melahirkan Ismael baginya.
(Kejadian 16 : 15-16)

Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya.
(Kejadian 21 : 2-3)

Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya lahir baginya.
(Kejadian 21 : 5)

Dengan demikian selama 14 tahun sejak kelahirannya, Ismail merupakan satu-2 nya anak (anak tunggal) bagi Nabi Ibrahim as, baru setelah Ishak lahir, maka status Ismail sebagai anak tunggal Nabi Ibrahim as menjadi gugur/hilang.
Sebenarnya persoalan siapakah diantara kedua anak Nabi Ibrahim as yang dikorbankan (Ismail atau Ishak), merupakan persoalan yang berkaitan dengan Nubuat Mesiah, karena dari keturunan anak yang dikorbankan itulah akan dilahirkan Mesiah Universal. Oleh karenanya pula persoalan tentang siapakah anak yang dikorbankan itu tidak dapat dilepaskan dari Nubuat-2 Mesianistik mengenai ciri2 Sang Mesiah Universal, dan pembahasannyapun harus pula dimulai dari titik ini.
Sikap Agama Yahudi

1. Mesiah adalah dari keturunan Nabi Daud (Moshiach ben David).

2. Mesiah akan bertahta di Yerusalem memimpin dan memerintah semua bangsa di dunia, menjalankan peradilan hukum internasional berdasarkan Hukum Taurat dan membangun kembali Kuil Yerusalem (Kuil Sulaeman).

3. Karena hal-hal tersebut pada butir 2 di atas belum terwujud, maka Mesiah keturunan Daud itu belum lahir di dunia.

4. Mesiah keturunan Nabi Daud adalah berasal dari Suku Yehuda, yang merupakan keturunan dari Yehuda, salah seorang dari 12 orang anak Nabi Ya’kub as, sedangkan Nabi Ya’kub as sendiri adalah anak dari Nabi Ishak as.

5. Dengan demikian maka anak Nabi Ibrahim yang dikorban adalah Ishak, karena melalui anak yang dikorbankan inilah akan dilahir Mesiah Universal.
Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat pada Tanakh sebagai berikut :

Firman-Nya: “Ambilah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia disana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.”
(Kejadian 22 : 2)

Problematik : “anak yang tunggal”
Dalam teks berbahasa Ibrani Tanakh (Taurat) , “anak tunggal” atau “anak satu2nya” adalah : “yachiyd”. Di dalam Tanakh terdapat beberapa ayat yang mengandung kata “yachiyd” , dan semuanya adalah anak tunggal atau anak satu2 nya dalam arti biologis, yakni satu2nya anak yang dimiliki oleh seorang Bapak dan/atau Ibu. Contohnya :

Karena ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku.
(Amsal 4 : 3)

Ayat di atas menjelaskan tentang seorang anak (Salomo bin Daud atau Nabi Sulaiman as) yang tinggal dirumah Bapaknya yang mempunyai beberapa orang isteri, dan dari masing2 isterinya itu sang Bapak juga mempunyai anak, jadi si anak merupakan salah satu saja dari anak2 Bapaknya, tetapi si anak merupakan satu2nya anak dari Ibunya (yang merupakan salah seorang isteri Bapaknya)

Sehingga ketika kata “anak tunggal” (yachiyd) bagi Ibrahim as dilekatkan kepada Ishak pada Kitab Kejadian 22 : 2 di atas, jelas sekali menjadi aneh, karena Tanakh sendiri mengatakan bahwa Ishak adalah anak kedua dari dua orang anak Nabi Ibrahim as.
Umat Yahudi (dan Umat Nasrani) menafsirkan kata “anak tunggal” itu sebagai bersifat kiasan atau maknawi dan bukan dalam arti yang sebenarnya. Anak tunggal ini diartikan dalam makna “anak perjanjian”, sebagaimana dimaksud pada :
Tetapi Allah berfirman: “Tidak, melainkan isterimu Sarahlah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya”
(Kejadian 17 : 19)

Berkatalah Sara kepada Abraham: “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak”.
Hal ini sangat menyebalkan Abraham oleh karena anaknya itu.
Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: “Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak.
(Kejadian 21 : 10-12)

Terlepas bahwa penafsiran yang sebenarnya atas ayat di atas tentang “anak perjanjian” adalah berkenaan dengan perjanjian Allah kepada Bangsa Israel yang akan dilahirkan melalui anaknya Ishak, yaitu Yakub as., namun dengan ditafsirkannya ayat di atas sebagai “Ishak adalah anak perjanjian yang dikorbankan” justru menimbulkan problematik yang lebih besar berkenaan dengan peristiwa pengorbanan anak Nabi Ibrahim

Problematik : Pengorbanan Ishak

1. Ayat Kejadian 21: 10-12 tersebut diatas yang turun sebelum peristiwa pengorbanan adalah merupakan janji Allah kepada Nabi Ibrahim as “bahwa sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak.”

2. Pelaksanaan pengorbanan Ishak (yang masih kecil, belum menikah dan belum mempunyai keturunan) adalah merupakan percobaan atau ujian Allah kepada Nabi Ibrahim, artinya yang diuji adalah keihlasan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah memotong sampai mati kemudian membakar anaknya Ishak yang dikasihinya itu (sesuai syariat pengorbanan pada masa itu). Dalam hal ini tentunya Nabi Ibrahim tidak tahu bahwa Allah akan menghentikannya sebelum terlaksananya pemotongan.

3. Dengan adanya Ayat Kejadian 21: 10-12 tersebut diatas, dimana Allah telah berjanji kepada Ibrahim bahwa keturunannya akan berasal Ishak, maka peristiwa pengorbanan Ishak bukan lagi merupakan percobaan/ujian Allah kepada Nabi Ibrahim, melainkan hanyalah merupakan suatu sandiwara yg sudah diketahui akhir ceritanya.
Karena bukankah Allah telah berjanji kepada Ibrahim (dan sebagai seorang Nabi, Ibrahim tentunya sepenuhnya yakin bahwa janji Allah itu pasti benar) bahwa dia akan memperoleh keturunan dari/melalui Ishak, dan janji Allah tidaklah mungkin terwujud apabila Ishak mati sebagai pengorbanan. Dengan demikian Ibrahim tentunya sepenuhnya yakin bahwa sekalipun Ishak dipotong (dikorbankan), maka Ishak tidak akan mati, dan Ishak akan tetap hidup untuk melanjutkan garis keturunan Nabi Ibrahim.
Halmana berarti juga peristiwa pengorbanan Ishak bukanlah merupakan percobaan/ujian Allah kepada Ibrahim. Dan jika bukan suatu cobaan/ujian berarti pula pengorbanan Ishak bukanlah peristiwa pengorbanan yang dimaksudkan didalam Kitab2 Suci.

Sikap Agama Nasrani

1. Yesus adalah Mesias Universal (Yesus Kristus) , berdasarkan :

“Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesiah”
(Kisah 18 : 5).

2. Yesus adalah keturunan Nabi Daud yang bersuku Yehuda, berdasarkan :

Ingatlah ini : Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.
(2 Timotius 2 : 8)

Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda ( Nabi Daud adalah Suku Yehuda – red.) dan menguasai suku itu. Musa tidak pernah mengatakan suatu apapun tentang imam-imam.
(Galatia 3 : 16)

Problemnya disini :
a. Bangsa Israel menarik garis keturunan berdasarkan garis keturunan bapak (ben), sedangkan Yesus tidak mempunyai seorang Bapak (biologis). Ibunya (Maryam) memang berasal dari Suku Lewi, tetapi hal ini tidak bisa menjadikan Yesus sebagai ben Lewi. Yusuf si Tukang Kayu yang menikahi Maryam setelah kelahiran Yesus memang dari Suku Yehuda (sama dengan Nabi Daud), tetapi ia bukanlah bapak kandungnya Yesus, sehingga menurut hukum di bangsa Israel, Yesus tidak bisa menarik garis keturunan melalui bapak tirinya.
Untuk mengatasi probelmatik itu, Paulus ter-inspirasi dengan argumentasi Agama Yahudi ketika menjawab problematik “anak tunggal” dengan “anak perjanjian/ruhaniyah” mengatakan :

Sebab tidak semua orang berasal dari Israel adalah orang Israel, dan tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: “Yang berasal dari Ishak yang dapat disebut keturunanmu”. Artinya bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar…….
(Roma 9 : 6-8)

b. Yesus sendiri menyatakan di dalam Lukas 20 : 41-44 (Injil Perjanjian Baru) yang telah disebutkan di atas, bahwa tidak mungkin Mesiah itu berasal dari keturunan Nabi Daud.

3. Yesus Sang Mesiah keturunan Nabi Daud adalah berasal dari Suku Yehuda, yang merupakan keturunan dari Yehuda, salah seorang anak Nabi Ya’kub, dan Nabi Ya’kub sendiri adalah anak dari Nabi Ishak.

4. Dengan demikian maka anak Nabi Ibrahim yang dikorban adalah Ishak, karena melalui anak yang dikorbankan inilah akan dilahir Mesiah Universal, berdasarkan Perjanjian Lama – Kejadian 22 : 2. dengan argumentasi yang serupa dengan Agama Yahudi seperti telah diuraikan di atas.

Sikap Agama Islam

1. Nabi Muhammad SAW adalah Sang Mesiah Universal karena beliau adalah di utus untuk seluruh umat manusia, pembawa rahmat bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil alamin), pemimpin/tuan dari semua nabi (sayyiduna-anbiya) dan merupakan Nabi Penutup (khataman-nabiyyin), diantaranya berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an berikut ini :
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,
(QS. Al Furqon [25] : 1)

Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,….
(QS. An Nahl [16]: 44)

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
(QS. An Nahl [16]: 89)

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
(QS. An Anbiya [21]: 107)

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul (Muhammad) yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.
(QS. Ali Imran [3]: 81)

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(QS. Al Ahzab [33] : 40).
2. Al Qur’an secara terang menjelaskan bahwa kelahiran Nabi Ishak adalah setelah peristiwa pengorbanan anaknya Nabi Ibrahim yang tunggal, bahkan kelahiran Nabi Ishak itu berupakan salah satu karunia Allah SWT kepada Nabi Ibrahim yang telah lulus dari cobaan Allah SWT berupa keikhlasan mematuhi perintah untuk mengorbankan anaknya satu2nya.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang azim. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.
(QS. As Shaffat [37]: 100-112)

Dari ayat-ayat QS. As Shaffat di atas jelas urutan kejadiannya adalah sebagai berikut :

1). Nabi Ibrahim as berdo’a kepada Allah SWT memohon agar dianugerahi seorang anak yang saleh (ayat : 100)
2). Allah SWT memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim as tentang kelahiran anak yang amat sabar bagi Nabi Ibrahim as. (ayat: 111)
3). Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim mengorbankan anaknya yang sabar itu, tetapi Allah menggantikan anak itu dengan sembelihan lain. Dan Nabi Ibrahim berhasil lulus dari ujian Allah SWT. Allah SWT melimpahkan pujian dan kesejahteraan kepada Nabi Ibrahim as (ayat: 102 s/d 111)
4). Allah SWT memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim as tentang kelahiran Ishak (ayat 112)

Sekalipun Al Qur’an tidak menyebutkan nama “anak yang amat sabar” yang dianugerahkanNya sebagai anak pertama kepada Nabi Ibrahim as, namun karena disemua Kitab Suci agama samawi diberitakan Nabi Ibrahim hanya mempunyai 2 orang anak, yaitu Ismail yang tertua dan berusia 14 tahun lebih tua dari anak yang kedua, yaitu Ishak.
Dan Ishak sendiri diberitakan oleh Al Qur’an lahir setelah peristiwa pengorbanan “anaknya Nabi Ibrahim yang amat sabar”, maka jelas “anak yang amat sabar” yang dikorbankan itu adalah Ismail, yang disaat pengorbanan itu berusia sekitar 13-14 tahun (usia yang sanggup), dan ketika itu Ismail masih menjadi “anak tunggal” bagi Nabi Ibrahim as, karena tak lama setelah itu barulah lahir Ishak sebagai anak kedua Nabi Ibrahim as.

Mengingat Al Qur’an berfungsi juga sebagai batu ujian bagi kitab2 terdahulu yaitu Kitab Tanakh (Taurat & Zabur/Mazmur) dan Injil (terutamanya Perjanjian Baru), yaitu membenarkan dalam arti menyetujui apa benar dan membenarkan dalam arti membetulan/meluruskan apa yang sudah di-rubah2 pada kitab2 terdahulu itu sebagaimana telah dinyatakan oleh Al Qur’an maupun Kitab Tanakh/Injil Perjanjian Lama sendiri (telah diuraikan pada halaman 4-5 di atas), maka umat Islam menyakini bahwa diantara ayat2 Kitab terdahulu yang di-rubah2 adalah ayat2 yang berkaitan dengan “Nubuat Mesianistik”.
Dan diantara ayat yang telah mengalami perubahan adalah pada Kitab Kejadian 22 : 2 :

Firman-Nya: “Ambilah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia disana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.”

Ayat ini seharus berbunyi :

Firman-Nya: “Ambilah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ismael, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia disana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.”
(Kejadian 22 : 2)

Perubahan pada pada Kitab Kejadian 22 : 2 diatas, selain telah dibuktikan dengan ayat2 Al Qur’an (Surat As Shaffat) di atas, juga dapat dibuktikan melalui ayat2 lainnya pada Kitab Tanakh/Injil Perjanjian Lama, yaitu :

a. Setelah peristiwa pengorbanan, Nabi Ibrahim as (beserta anaknya) menemui dua orang sahayanya yang menunggu dikaki gunung, dan mereka semua kembali ke Bersyeba, dimana Nabi Ibrahim as menetap (sementara).

Kemudian kembalilah Abraham kepada kedua bujangnya, dan mereka bersama-sama berangkat ke Bersyeba ; dan Abraham tinggal di Bersyeba.
(Kejadian 22 : 19)

Padahal Bersyeba adalah tempat tinggal Siti Hajar (bersama anaknya Ismail)

“Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba“.
(Kejadian 21 : 14).

Sementara itu Ishak tinggal bersama ibunya Sarah di Mamre dekat Hebron di tanah Kanaan.
Sesudah itu Abraham memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi TUHAN.
(Kejadian 13 : 18)

Kemudian matilah Sara di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan, lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya.
(Kejadian 23 : 2)

Sesudah itu Abraham menguburkan Sara, isterinya, di dalam gua ladang Makhpela, di sebelah timur Mamre, yaitu Hebron di tanah Kanaan.
(Kejadian 23 : 19)

Berdasarkan ayat-ayat Tanakh/Injil Perjanjian Lama di atas, jelas bahwa yang dikorbankan adalah anaknya Nabi Ibrahim as yang bertempat tinggal di Bersyeba, yaitu Ismail, karena Ishak bertempat tinggal di Mamre didekat Hebron, di tanah Kanaan.

b. Nabi Ibrahim as wafat di Mamre dekat Hebron, dan beberapa saat sebelum kewafatan Nabi Ibrahim as, Ismail datang mengunjungi bapaknya itu, kemudian setelah Nabi Ibrahim as wafat, Allah memberkati Ismail (karena dialah anak yang dikorbankan itu).
Tetapi kenyataan ini kemudian diubah di dalam Tanakh/Injil Perjanjian Lama, yang meriwayatkan justru sebaliknya :

Adapun Ishak telah datang dari arah sumur Lahai-Roi; ia tinggal di Tanah Negeb.
(Kejadian 24 : 62).

Setelah Abraham mati, Allah memberkati Ishak, anaknya itu; dan Ishak diam dekat sumur Lahai-Roi.
(Kejadian 25 : 11)

Padahal Ishak bersama ibunya Sara (pada waktu itu telah wafat) tinggal di Mamre dekat Hebron, ditempat dimana Nabi Ibrahim as wafat.
Karena di akhir hayatnya Nabi Ibrahim as tinggal Mamre dekat Hebron bersama dengan Ishak. Maka bagaimana mungkin Ishak datang atau tinggal di dekat sumur Lahai-Roi.?

Sementara dilain pihak Tanakh/Injil Perjanjian Lama sendiri meriwayatkan bahwa Ismail bersama ibunya Siti Hajar tinggal di padang gurun Bersyeba (disebut juga “Paran”) di dekat sumur Lahai-Roi.
Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang berfirman kepadanya itu dengan sebutan: “Engkaulah El-Roi” Sebab katanya : “Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?”
Sebab itu sumur tadi disebut orang: sumur Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered.
(Kejadian 16 : 13-14)

Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir.
(Kejadian 21 : 21)
Dengan demikian nama “Ishak” yang dicantumkan pada Kejadian 24: 62 dan Kejadian 25: 11 adalah merupakan hasil perubahan dari aselinya yaitu “Ismael”, sehingga aselinya ayat-ayat tersebut berbunyi :

Adapun Ismael telah datang dari arah sumur Lahai-Roi; ia tinggal di Tanah Negeb.
(Kejadian 24 : 62).

Setelah Abraham mati, Allah memberkati Ismael, anaknya itu; dan Ismael diam dekat sumur Lahai-Roi.
(Kejadian 25 : 11)

Karena yang tinggal di dekat sumur Lahai-Roi adalah Ismail dan bukan Ishak.

c. Uraian tentang peristiwa pengusiran Siti Hajar dan Ismail yang terdapat pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama Kitab Kejadian 21 sangat tidak masuk akal.

Bertambah besarlah anak itu dan ia disapih, lalu Abraham mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih itu.
Pada waktu itu Sarah melihat, bahwa anak yang dilahirkan Hagar, perempuan Mesir itu bagi Abraham, sedang bermain dengan Ishak, anaknya sendiri.
Berkatalah Sara kepada Abraham: “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli bersama-sama dengan anakku Ishak”.
(Kejadian 21 : 8-10)

Keesokan harinya pagi-pagi Abraham mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Barsyeba.
Ketika air yang dikirbat itu habis, dibuangnyalah anak itu ke bawah semak-semak,
(Kejadian 21 : 14-15)

Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur; ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum.
(Kejadian 21 : 19)

Berdasarkan ayat-2 Kitab Kejadian 21 di atas, maka umur Ismail ketika di usir adalah 16 tahun, yang berarti Ismail sudah dewasa. Karena Sara yang yang melihat Ismail sedang bermain dengan Ishak dihari Ishak di sapih, berarti umur Ishak sudah 2 tahun (umur disapih), sedangkan Ismail lebih tua 14 tahun dari Ishak. Jadi umur Ismail di hari Ishak disapih adalah 16 tahun.
Karena umur Ismail sudah 16 tahun, maka bagaimana mungkin Ibrahim dapat meletakan Ismail beserta sekirbat air dan roti di atas bahu Hajar? Lalu bagaimana pula Hajar dapat terus menggendong Ismail selama pengembaraan di padang gurun Barsyeba, dan baru melemparkannya ke bawah semak-semak tatkala air dikirbat telah habis, padahal Ismail sudah berumur 16 tahun artinya sudah dewasa, dan tentunya pula tubuhnya lebih besar dari tubuh Hajar sendiri ?
d. Dalam Nubuat Mesianic yang disampaikan oleh Nabi Yesaya as, dikatakan bahwa Sang Mesiah Universal itu akan muncul dari wilayah yang di diami oleh Suku/Bani Kedar.

Baiklah padang gurun menyaringkan suara dengan kota-kotanya dan dengan desa-desa yang di diami Kedar !. Baiklah bersorak-sorai penduduk Bukit Batu , baiklah mereka berseru-seru dari puncak gunung-gunung !
(Yesaya 42 : 11).

Suku/Bani Kedar adalah keturunan dari putera kedua Nabi Ismail as.

Inilah nama anak-anak Ismael, disebutkan menurut urutan lahirnya: Nebayot, anak sulung Ismael, selanjutnya Kedar , Adbeet, Mibsam,
(Kejadian 25 : 13)

Segala kambing domba Kedar berhimpun kepadamu, domba-domba Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku.
(Yesaya 60: 7)

Dengan demikian Mesiah Universal berasal dari keturunan Ismail as dan bukan dari keturunan Ishak as, sehingga anak Nabi Ibrahim as yang dikorbankan adalah Ismail, dan bukan Ishak.

Pertanyaannya adalah apa latar belakang dan tujuan umat Yahudi me-rubah2 ayat2 Kitab Tanakh, khususnya yang berkaitan dengan “Nubuat Mesianistik”?
Sejak wafatnya Nabi Sulaeman as, bangsa Israel mengalami penderitaan yang panjang sekali bahkan hampir selama 700 tahun, baik karena perang saudara diantara ke-12 sukunya maupun akibat penyerbuan bangsa2 lainnya, dan juga perbudakan. Didalam keadaan ini bangsa Israel mendambakan munculnya kembali figur seperti Nabi Daud as yang mampu mendirikan sebuah Negara Israel Raya bagi segenap bangsa Israel. Sehingga Mesiah Universal yang dijanjikan oleh Nubuat Mesianistik di identikan pula dengan figur Nabi Daud as. Karena Nabi Daud as adalah berasal dari Suku Yehuda, yang merupakan anak keturunan dari salah seorang anaknya Nabi Ya’kub as, dan Nabi Ya’kub as sendiri adalah anaknya Nabi Ishak as, maka Nabi Ishak lah yang harus ditetapkan sebagai anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan itu.

Namun Kitab Tanakh menyebutkan anak yang dikorbankan itu adalah Ismail. Untuk itu nama Ismail harus dirubah/diganti dengan nama Ishak. Umat Yahudi mempercayai Kitab Tanakh sebagai Kitab Suci dari Tuhan YME, dan apabila nama Ismail diganti dengan Ishak, maka hal itu berarti pula penggantian/peru-bahan itu merupakan kehendak Tuhan.
Setelah nama Ishak tercantum menggantikan nama Ismail, maka Tuhan YME akan mewujudkan janjinya sesuai dengan nama yang tercantum pada Kitab Suci Tanakh, yaitu nama Ishak. Sehingga Tuhan YME akan mengirimkan Mesiah Universal itu dari keturunan Ishak dan seterusnya dari sukunya Nabi Daud as yaitu Yehuda.
Tetapi jalan pikiran umat Yahudi agar Tuhan YME menuruti apa yang mereka tuliskan di dalam Kitab Suci Tanakh, dibantah oleh Allah SWT dalam firman2Nya di Al Qur’an:

Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila`nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; ……..
(QS. Al Maidah [5]: 64)

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.
(QS. Al Baqarah [2] : 79)

Sampai saat ini mungkin banyak sekali diantara penganut/pemeluk agama2 samawi (Yahudi, Nasrani & Islam) yang tidak mengerti mengapa masalah siapakah diantara kedua anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan ini , menjadi perdebatan/perbedaan yang tidak kunjung henti diantara pemeluk agama2 samawi termaksud.
Bahkan mungkin ada yang berpendapat , “untuk apa mempersoalkan siapa anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan, bukankah tema sentralnya justru terletak pada diri Nabi Ibrahim sendiri, karena beliaulah yang dicoba/diuji oleh Allah SWT, sehingga siapapun anaknya yang dikorbankan bukanlah persoalan yang perlu diperdebatkan”.
Pendapat ini sebenarnya mewakili ketidakpahaman tentang hakekat keberadaan agama (samawi) itu sendiri.

Setiap agama yang hadir di dunia ini inherent didalam ajarannya terkandung pesan2 atau harapan2 akan keselamatan hidup di dunia dan di akherat bagi umat manusia.
Pesan/harapan keselamatan itu sepenuhnya tergantung pada keberadaan Juru Selamat/Pembawa Berkat atau dalam terminologi teologinya adalah Mosiach/-Mesiah/Kristus yang berskala Universal. Pesan/harapan keselamatan yang berpangkal pada Mesiah ini dinamakan juga sebagai “Nubuat Mesianistik”. Mesiahism inilah yang pada hakekatnya merupakan thema sentral setiap agama samawi.

Pesan/harapan atau janji keselamatan yang dibawakan oleh sebuah agama sepenuhnya tergantung pada keabsahan Nabi/Rasul Pembawa Risalah Agama tersebut sebagai Mesiah Universal di akhir jaman.

Sedangkan salah satu syarat terpenting keabsahan bagi seorang Nabi/Rasul untuk memperoleh pengakuan sebagai Mesiah Universal yang benar/sah, adalah ketersambungan garis keturunannya dengan anak Nabi Ibrahim as yang di korbankan. Karena berdasarkam Nubuat Mesianistik agama2 samawi semuanya sepakat bahwa Mesiah Universal (bagi seluruh umat manusia) akan dilahirkan dari anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan.
Sebagai perumpamaan, jika anak Nabi Ibrahim yang sebenarnya dikorbankan adalah Ismail, maka Nabi Muhammad SAW Pembawa Risalah Agama Islam yang merupakan keturunan dari Ismail adalah benar Sang Mesiah Universal, dan karenanya pula dengan sendirinya Agama Islam merupakan agama yang benar membawa keselamatan hidup di dunia dan di akherat bagi segenap umat manusia. Dan halmana berarti juga nabi yang ditunggu-tunggu bangsa Israel dari keturunan Nabi Daud dan Yesus yang berbangsa Israel juga adalah bukan Sang Mesiah Universal, karena garis keturunan keduanya tersambung kepada Ishak, anak Nabi Ibrahim lainnya yang tidak dikorbankan. Demikian pula sekiranya perumpamaan ini dibalik.

Dengan demikian berarti pula selama masih ada persoalan tentang siapakah anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan, maka selama itu pula masalah perbedaan agama itu akan tetap ada. Sebaliknya jika persoalan siapakah anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan ini dapat diselesaikan dalam arti semua penganut agama yang berbeda sepakat bahwa salah satu diantaranyalah yang sebenarnya dikorbankan, maka hal ini belum berarti salah satu dari dua sumber perbedaan agama itu akan terselesaikan.
Misalnya, disepakati bahwa Ishak-lah yang sebenarnya dikorbankan, maka masalah perbedaan agama masih belum selesai. Karena siapakah nabi dari keturunan Ishak yang menjadi Mesiah Universal itu.
Umat Nasrani akan mengatakan Mesiah itu adalah Yesus. Tetapi dilain pihak umat Yahudi tidak akan menerimanya, karena mereka tidak mengakui Yesus sebagai nabi dan tidak mengakui Yesus sebagai keturunan Daud/Suku Yehuda, dan umat Yahudi berpendirian bahwa Sang Mesiah Universal adalah dari keturunan Ishak melalui Yakub, kemudian melalui Yehuda (salah seorang dari 12 anak Nabi Yakub) dan sampai saat ini belum datang ke dunia. Sementara Yesus bukan dari Suku Yehuda serta sudah datang ke dunia ini, berarti Yesus menurut umat Yahudi bukanlah Sang Mesiah Universal yang ditunggu itu.

Perbedaan sikap/pandangan tentang siapakah Mesiah yang bergaris keturunan Nabi Ishak yang terjadi diantara umat Yahudi dan umat Nasrani ini, tentunya akan membuat umat Islam kebingungan, karena pada satu pihak Nabi Muhammad bukanlah sang Mesiah karena bukan dari keturunan Ishak, tetapi dilain pihak tidak bisa memilih diantara Yesus atau nabi yang belum datang dari keturunan Daud/Yehuda yang ditunggu oleh umat Yahudi. Akhirnya janji keselamatan bagi seluruh umat manusia tidak akan terwujud jika Mesiah Universalnyanya berasal dari garis keturunan Ishak. Karena Mesiah Universal ini hanya akan diakui oleh sebagian umat manusia dan ditolak oleh sebagian umat manusia lainnya.
Sebaliknya jika misalnya, Ismail-lah yang sebenarnya dikorbankan, maka barulah persoalan perbedaan agama dapat diselesaikan, artinya tidak ada lagi agama selain agama Islam. Karena dengan disepakati Ismail sebagai anak yang dikorbankan, berarti Nabi Muhammad SAW adalah benar Sang Mesiah Universal, mengingat hanya beliau-lah satu-2 nabi pembawa risalah agama yang bergaris keturunan dari Ismail.
Dalam keadaan ini maka umat Yahudi dan umat Nasrani tentunya tanpa keraguan sedikitpun akan ber-bondong2 masuk memeluk agama Islam, dan meninggalkan agamanya masing2 karena agamanya itu tidak memiliki Mesiah Universal yang mampu merealisir pesan2/harapan2 keselamatan dan keberkatan dunia & akherat bagi seluruh umat manusia.
Tetapi tentunya per-misal-an di atas akan tetap tinggal sebagai per-misal-an, karena pengalaman dan kenyataan sejarah umat manusia senantiasa menunjukan bahwa sepanjang mengenai agama yang melibatkan kepercayaan, maka manusia cenderung mengedepankan perasaan dan sangka2 an tetapi enggan mengguna-kan akalnya.

Padahal sebagaimana Nubuat Mesianic mengatakan bahwa Sang Mesiah Universal adalah dari keturunan anak Nabi Ibrahim as yang dikorbankan. Anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan adalah satu orang, sementara Nabi Ibrahim as hanya mempunyai dua orang anak, yaitu Ismail dan Ishak. Jadi persoalannya adalah salah satu antara Ismail atau Ishak yang dikorbankan itu, dan tidaklah mungkin Ismail dan Ishak yang dikorbankan itu.

Karena Agama Yahudi berpendapat Sang Mesiah Universal belum datang di dunia, maka masalahnya tinggal siapakah diantara Nabi Muhammad SAW atau Yesus yang merupakan Mesiah Universal, hanya satu diantaranya yang benar. Jika Nabi Muhammad SAW adalah benar Sang Mesiah Universal, maka Yesus bukan Sang Mesiah Universal itu, demikian juga sebaliknya.

Sumber Perbedaan Kedua : Siapakah Yang Sama Seperti Nabi Musa as ?

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa ciri atau syarat kedua dari Mesiah Universal yang disepakati oleh semua agama samawi adalah memiliki kesamaan dengan Nabi Musa as, sebagaimana dinyatakan pada :

Tanakh/Injil Perjanjian Lama :
Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini (maksudnya Nabi Musa as-red.); Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepada kepadanya.
(Ulangan 18 : 18)

Al Qur’an :
Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir`aun.
(QS. AL Muzzammil [73] : 15)

Namun masing2 agama samawi memahami serta menafsirkan ayat di atas secara berbeda.

Tafsiran Yahudi & Nasrasi :
Yang dimaksudkan dengan “saudara mereka” adalah suku2 Bangsa Israel lainnya diluar Suku Lewi, karena Musa as berasal dari Suku Lewi. Sehingga kata2 itu berarti “dari diantara saudara suku Lewi (mereka), yakni 11 suku Israel lainnya”.

Tafsiran Islam :
Ayat di atas merupakan bagian dari Kitab Taurat yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Musa untuk/kepada seluruh Bangsa Israel. Dan Nabi Musa as tidak membacakan ayat tersebut khusus bagi Suku Lewi, melainkan kepada segenap Bangsa Israel. Sehingga yang dimaksudkan dengan “saudara mereka” adalah “saudaranya Bangsa Israel”. Dan karena Bangsa Israel adalah keturunan dari Nabi Ishak as, maka saudaranya Bangsa Israel adalah keturunan dari saudaranya Nabi Ishak, yaitu keturunannya Nabi Ismail as, yakni Bangsa Arab. Dan Nabi Muhammad SAW adalah ber-Bangsa Arab dari keturunan Nabi Ismail as.

Disamping itu pada ayat yang lain dalam Kitab Taurat/Tanakh (Injil Perjanjian Lama) disebutkan :
Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel.
(Ulangan 34 : 10)

Ayat di atas membuktikan bahwa tidak akan ada lagi Nabi yang ber-Bangsa Israel yang sama dengan Musa as, dan kenyataannya tidak ada satupun nabi Bangsa Israel yang datang sesudah Nabi Musa as, termasuk juga Nabi Isa as, pernah menyatakan dirinya telah berhadapan dengan Tuhan seperti halnya dengan Nabi Musa as. Sebaliknya Nabi Muhammad SAW, yang merupakan keturunannya Nabi Ismail as (saudaranya Nabi Ishak as) telah menyatakan dirinya berhadapan dengan Allah SWT didalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

Selain itu pula, dalam kaitannya dengan kalimat kedua dari Tanakh/Injil Perjanjian Lama-Ulangan 18:18, yang berbunyi, “….Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepada kepadanya.”

Islam mengatakan bahwa segala yang diucapkan oleh mulut Nabi Muhammad SAW adalah firman Allah SWT, berdasarkan :
Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi.
Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.
(QS. Al Najm [53] : 1-10)

“Seperti Musa”

Bagian dari Tanakh-Ulangan 18:18 yang belum dibahas adalah bagian kalimat yang justru merupakan inti dari ciri kedua yang harus dimiliki oleh Sang Mesiah Universal, yaitu bagian yang berbunyi: “seperti engkau”, yang maksudnya dalam kontek ayat ini adalah “seperti Musa” atau “sama seperti Musa”.
Hal ini berarti masing2 agama samawi yang meng-kalim bahwa Nabi Pembawa Risalah Agama-nya adalah Sang Mesiah Universal, harus membuktikan Nabi-nya tersebut adalah sama seperti Nabi Musa as.

Karena Agama Yahudi berpendapat bahwa Mesiah Universal keturunan Daud itu belum lahir maka dia belum bisa dibuktikan kesamaannya dengan Nabi Musa as, sehingga yang masih perlu dibuktikan kesamaannya dengan Nabi Musa as tinggal Yesus (Nabi Isa as) sebagai Nabi Pembawa Risalah/Agama Nasrani dan Muhammad SAW sebagai Nabi Pembawa Risalah/Agama Islam.

Menurut DR. Ahmed Deedat, Kristolog terkemuka dari Afrika Selatan, di dalam bukunya yang berjudul, “What the Bible Says About Muhammed”, berdasarkan fakta yang terekam pada masing2 kitab suci agama yang bersangkutan dan kepercayaan agamanya masing2, maka terdapat sepuluh (10) persamaan/-perbedaan antara Yesus atau Nabi Muhammad SAW disatu pihak dengan Nabi Musa as di lain pihak, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

FAKTOR PERSAMAAN
NABI ISA AS
(YESUS) NABI MUHAMMAD
SAW NABI MUSA
AS
1.Tuhan/Anak Tuhan/-
Nabi Tuhan & Anak Tuhan & Nabi Nabi Nabi
2. Makna Kematian Untuk menebus dosa manusia Tidak untuk menebus dosa manusia Tidak untuk menebus dosa manusia
3. Peristiwa Kematian Di-Salib Mati Alamiah Mati Alamiah
4. Setelah Kematian Jazadnya diangkat ke Langit Jazadnya dikubur di bumi Jazadnya dikubur di bumi
5. Bapak & Ibu Biologis Hanya Ibu Bapak & Ibu Bapak & Ibu
6. Peristiwa Kelahiran Mukjizat Lahir Alamiah Lahir Alamiah
7. Perkawinan & Anak Tidak Kawin & tidak punya anak Kawin & punya anak Kawin & punya anak
8. Pengakuan Kenabian Kenabiannya tidak diakui oleh kaumnya Kenabiannya diakui oleh kaumnya Kenabiannya diakui oleh kaumnya
9. Kedudukan Tidak mempunyai kedudukan di kaumnya
(Yohannes 18: 36) Penguasa/ Pemimpin Pemerintahan di kaumnya Penguasa/ Pemimpin Pemerintahan di kaumnya
10. Hukum Tidak membawa Hukum Baru
(Matius 5: 17-18) Membawa Hukum Baru bagi Umatnya Membawa Hukum Baru bagi Umatnya

Dari pembuktian yang dilakukan oleh DR. Ahmed Deedat berdasarkan 10 faktor persamaan di atas, terbukti didalam semua faktor Nabi Muhammad SAW memiliki kesamaan dengan Nabi Musa as, dan sebaliknya tidak ada satupun faktor kesamaan antara Nabi Isa as (Yesus) dengan Nabi Musa as.

Dengan demikian anak kalimat “seperti engkau” (seperti Nabi Musa-red.) yang terdapat pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama-Ulangan 18: 18 adalah merujuk kepada Nabi Muhammad, dan halmana berarti juga secara keseluruhannya ayat tersebut merujuk pada satu orang yang sama, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Muhammad Musadiq Marhaban, Kristoloq muda penyusun buku-2, “Yudas Bukan Pengkianat”, “Utusan Ke-13” dan “Muhammad Sang Kristus” (belum terbit) kurang sependapat dengan “faktor persamaan” yang digunakan oleh DR. Ahmed Deedat didalam membuktikan kesamaan antara Nabi Muhammad SAW/Nabi Isa as (Yesus) dengan Nabi Musa as , karena :

1. Penetapan faktor persamaan itu tidak di dasarkan pada kriteria yang jelas, yaitu kesamaan dalam hal apa yang harus dibuktikan.
Dalam hal ini DR. Ahmed Deedat mencampur-baurkan antara persamaan dibidang aspek pribadi antara para nabi yang diperbandingkan dengan persamaan dibidang aspek kenabiannya. Padahal jika merujuk pada bunyi ayat Ulangan 18:18, yaitu :

Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini (maksudnya Nabi Musa as-red.)

Maka seharusnya faktor persamaan yang harus dibuktikan adalah dibidang aspek kenabian antara Nabi/Mesiah Universal dan Nabi Musa as. Hanya saja mengingat ruanglingkup Nabi/Mesiah Universal mencakup seluruh umat manusia, sedangkan ruanglingkup Nabi Musa as hanyalah untuk Bangsa Israel, maka faktor persamaannya harus pula ditetapkan sesuai dengan ruanglingkup kenabiannya masing2.

2. Faktor persamaan DR.Ahmend Deedat justru sebahagian terbesarnya berada dibidang pribadi nabinya, dan hal ini membuka peluang bagi banyak nabi lainnya menjadi mempunyai persamaan dengan Nabi Musa as. Bukan Nabi Muhammad saw saja yang mempunyai Bapak & Ibu, atau mati secara alamiah, atau lahir secara alamiah dan lainnya, banyak nabi lainnya pun bisa memenuhi persamaan tersebut.
Padahal yang dimaksudkan oleh firman Tuhan YME pada ayat Ulangan 18:18 adalah khusus untuk Nabi yang menjadi Mesiah Universal di akhir jaman.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka M.Musadiq Marhaban di dalam Bukunya “Utusan Ke-13” menyusun faktor kesamaan antara Nabi Musa as dengan Sang Mesiah Universal dibidang aspek kenabiannya, yang meliputi faktor2 persamaan sebagai berikut :

Aspek Kenabian Musa as

Aspek Kenabian Sang Mesiah Universal
1 . Nabi, Rasul & Imam 1. Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi &
Rasul/Nabi Penutup
2 . Membawa Kitab Taurat untuk Bangsa
Israel. 2. Membawa Kitab Baru dari Tuhan
sebagai Perjanjian Baru untuk seluruh
umat manusia
3 . Bermigrasi/Hijrah 3. Bermigrasi/Hijrah
4 . Menghadap Tuhan untuk menerima
PerintahNya bagi Bangsa Israel 4. Menghadap Tuhan untuk menerima
PerintahNya bagi seluruh umat manusia.
5 . Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya
menjadi Panglima Militer sebelum wafat-
nya. 5. Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya
menjadi Panglima Militer sebelum wafat-
nya.
6 . Mengangkat seorang anggota Keluarga-
nya menjadi Penggantinya (Wasiy) dan
sebagai Imam Pertama bagi umatnya 6. Mengangkat seorang anggota Keluarga-
nya menjadi Penggantinya (Wasiy) dan
sebagai Imam Pertama bagi umatnya
7 . Mempunyai 12 orang Imam, dan salah
satunya yang menjadi Imam Besar ber-
asal dari keturunan Penggantinya 7. Mempunyai 12 orang Imam dari
keturunan Penggantinya
8 . Penggantinya dan keturunannya di
sucikan untuk menjadi Imam Besar
Bangsa Israel 8. Penggantinya dan keturunannya di
sucikan untuk menjadi Imam Universal.
9 . Kepemimpinan Penggantinya di khianati
oleh sebagian umatnya 9. Kepemimpinan Penggantinya di khianati
oleh sebagian umatnya

Penjelasan Aspek Kenabian Musa as.

1. Tidak ada keraguan sedikitpun diantara semua agama samawi bahwa Musa as adalah seorang Nabi, Rasul dan Imam (pemimpin) bagi Bangsa Israel ;

Al Qur’an :
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.
(QS. Al A’raf [7]: 103)
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.
(QS. Maryam [19]: 51).

2. Tidak ada keraguan sedikitpun diantara semua agama samawi bahwa Tuhan YME memberikan Kitab Taurat kepada Nabi Musa as sebagai perjanjian/-hukum bagi Bangsa Israel ;

Al Qur’an :
Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.
(QS. Al Baqarah [2] : 53)

Kemudian Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (ni`mat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.
(QS. Al An’am [6]: 154)

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.
(QS. Al A’raf [7]: 145)

3. Semua kitab suci agama samawi meriwayatkan Nabi Musa as membawa bangsa Israel eksodus/bermigrasi/Hijrah dari Mesir ke Tanah Kanaan ;

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
Keluaran 13 : 17-22; 14: 1-31;

Al Qur’an :
Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israel) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).”
(QS. Thaha [20] : 77)

4. Didalam perjalanan hijrah, Nabi Musa as menghadap Allah SWT di Gunung Thursina (Gunung Sinai) ;

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
Keluaran 19 : 1-25

Al Qur’an :
Allah berfirman: “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.
(QS. Al A’raf [7]: 144)
Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
(QS. An Nisa [4]: 164)

5. Sebelum kewafatannya, Nabi Musa as mengangkat mantan sahayanya yaitu Yosua ben Nun (dalam Islam disebut “Yusya bin Nun”) sebagai Panglima Militer untuk memimpin peperangan merebut Tanah Kanaan. Oleh Allah SWT Yoshua ben Nun juga diberikan kedudukan sebagai Nabi, yang di dalam Islam dikenal dengan nama Nabi Dzulkifli ;
Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
Musa berkata kepada Yosua: “Pilihlah orang-orang bagi kita, lalu keluarlah berperang melawan orang Amalek, ……
(Keluaran 17 : 9)

Al Qur’an :
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.
(QS. Al Anbiya [21]: 85)

6. Nabi Musa as mengangkat kakaknya Nabi Harun as (“Aaron” dalam Bahasa Ibrani) sebagai penggantinya untuk memimpin Bangsa Israel, sekaligus berkedudukan sebagai Imam Besar Pertama Bangsa Israel ,

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
“Kemudian kau suruhlah Harun dan anak-anaknya datang ke pintu Kemah Pertemuan dan kau basuhlah mereka dengan air.
Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku.”
(Keluaran 40 : 12-13)

Al Qur’an :
……… Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.”
(QS. Al A’raf [7]: 142)

7. Nabi Musa as mengangkat seorang Imam bagi masing 12 Suku Bangsa Israel, dan diantaranya adalah Imam Suku Lewi yang dijabat oleh Nabi Harun as (dan berlanjut kepada keturunan Nabi Harun as) sebagai Imam Besar Bangsa Israel;
Tanakh/Injil Perjanjian Lama :

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
“TUHAN berfirman kepada Musa: Katakanlah kepada orang Israel dan suruhlah mereka memberikan kepadamu satu tongkat untuk setiap suku. Semua pemimpin mereka harus memberikannya, suku demi suku, seluruhnya dua belas tongkat. Lalu tuliskanlah nama setiap pemimpin pada tongkatnya.
Pada tongkat Lewi harus kau tuliskan nama Harun.
Bagi setiap kepala suku harus ada satu tongkat.”
(Bilangan 17 : 1-3)
“Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pemimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dan setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu.”
(Bilangan 17 : 6)

Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tampaklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengembangkan bunga dan berbuahkan buah badam. “
(Bilangan 17 : 8)

Al Qur’an :
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.
(QS. Al Maidah [5]: 12)

Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah daripadanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman); “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.
(QS. Al A’raf [7]: 160)

8. Nabi Harun as dan keturunannya (anak2nya) yang akan menjadi Imam2 Besar Bangsa Israel di sucikan oleh Nabi Musa as berdasarkan perintah Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama :

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
“Kemudian kau suruhlah Harun dan anak-anaknya datang ke pintu Kemah Pertemuan dan kau basuhlah mereka dengan air.
Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku.
Juga anak-anaknya kau suruhlah mendekat dan kau kenakanlah kemeja kepada mereka.
Urapilah mereka seperti engkau mengurapi ayah mereka, supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku, dan ini terjadi, supaya berdasarkan pengurapan itu mereka memegang jabatan imam untuk selama-lamanya turun-temurun.”
(Keluaran 40 : 12-15)

Al Qur’an :
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.
(QS. Al Maidah [5]: 12)

9. Sehubungan dengan aspek ke-9 kenabian Musa as, terdapat perbedaan pandangan antara Islam disatu sisi dengan Yahudi & Nasrani disi lainnya.
Menurut Islam: “Kepemimpinan Pengganti Musa (Nabi Harun as) dikhianati oleh sebagian Bangsa Israel”.
Sedangkan menurut Yahudi & Nasrani: “Nabi Harun as mengkhianati Nabi Musa as”.

Pandangan Agama Yahudi & Nasrani :
Ketika Nabi Musa as pergi ke atas gunung Thursina untuk menerima perintah Tuhan (Taurat) dan setelah lewat 30 hari belum juga kembali, maka Bangsa Israel yang dipimpin oleh Harun as (“Aaron” dalam Bahasa Ibrani) dan dibantu oleh kakak perempuannya yang bernama Miryam (yang juga kakak perempuannya Musa as) mengkhianati Musa as, dengan membuat patung lembu (sapi) tuangan dari emas untuk disembah sebagai Tuhan Bangsa Israel. Sebagai akibatnya Tuhan menjadi murka kepada mereka berdua, dan Miryam ditimpakan penyakit kusta.

Tanakh/Injil Perjanjian Lama:
“Ketika bangsa itu melihat bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpulah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir- kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.
Lalu berkatakan Harun kepada mereka: “Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan dan bawalah semua kepadaku.”
Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pad telinga mereka dan membawanya kepada Harun.
Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir !”
Ketika Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya: “Besok hari raya bagi TUHAN !”.
(Keluaran 32 : 1-5)

Pandangan Islam :
Islam menolak pandangan dan tuduhan agama Yahudi dan Nasrani terhadap Nabi Harun as yang dituduhkan telah menghianati Nabi Musa as dengan menyuruh, membuat dan menyembah patung sapi (patung tuangan).
Adalah mustahil bagi Harun as yang telah diangkat oleh Allah SWT sebagai seorang Nabi melakukan perbuatan syirik kepada Allah. Kemudian bagaimana pula kaitannya dengan ayat2 tentang pengangkat Nabi Harun as sebagai Imam Besar Bangsa Israel dan penyucian dirinya beserta anak2nya yang terdapat pada Kitab Keluaran 40 : 12-15?
Tuduhan itu sama artinya dengan menuduh Allah SWT telah salah dalam memilih dan mengangkat Harun as sebagai Nabi dan Imam Besar Bangsa Israel serta telah pula menyucikannya.

Oleh karenanya Islam tidak mempercayai ayat-ayat Taurat (Tanakh) Keluaran 32: 1-5 sebagai ayat-ayat yang turun dari Allah SWT, ayat-ayat itu tidak lain merupakan ayat-ayat palsu atau kebohongan yang disisipkan/dimasukkan kedalam Kitab Taurat.
Al Qur’an pada dua Surat yang terpisah dengan panjang-lebar meluruskan peristiwa yang sesungguhnya terjadi dan sekaligus membersihkan nama Nabi Harun as dari tuduhan keji dan palsu pada Taurat, dengan mengatakan bahwa biang-keladi penghianatan Bangsa Israel itu adalah seseorang atau sekelompok orang yang dinamakan sebagai “Samiri”, yang dalam bahasa Arab artinya “samar” atau “disamarkan”.

Al Qur’an :
QS. Al A’raf [7] :
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
(QS. AL A’raf [7]: 148)

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”.
Musa berdo`a: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”.
(QS. AL A’raf [7]: 150-151)

QS. Thaha [20] :
Allah berfirman: “Maka sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik?
Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?”
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.
(QS. Thaha [20] : 85-88)
Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan ta`atilah perintahku”.
Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.
(QS. Thaha [20] : 90-91)

Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”
Harun menjawab: “Hai putera ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”.
(QS. Thaha [20] : 92-94)

Berkata Musa: “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?”
Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”.
Berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: “Janganlah menyentuh (aku)”. Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghambur-kannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).
(QS. Thaha [20] : 95-97)

Peristiwa Yang Sebenarnya
Peristiwa “patungan tuang” yang diriwayatkan baik pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama maupun pada Al Qur’an sebenarnya hanyalah sebahagian saja dari peristiwa yang lebih besar lagi.

Pengangkatan Nabi Harun as (beserta keturunannya) sebagai pengganti/-penerus Nabi Musa as serta sekaligus sebagai Imam Besar Bangsa Israel, rupanya menimbulkan ketidakpuasan dikalangan suku2 Israel lainnya.

Dengan dipelopori oleh Datan, Abiram dan On bin Pelet (ketiganya dari Suku Ruben/keturunan anak tertua Nabi Yakub as) diadakanlah rapat di tempat pertemuan Korah bin Yizhar (dari Suku Lewi) dengan dihadiri oleh 250 pemimpin2 bangsa Israel, untuk menolak pengangkatan Nabi Harun. Kemudian mereka (kumpulan itu) menemui Nabi Musa untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap Nabi Harun. Tetapi Nabi Musa as menolak tuntutan tersebut.
Rangkaian kejadian ini sebetulnya diriwayatkan pula pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama, hanya saja seringkali ditutup-tutupi, karena para pemuka agama Yahudi agak malu terhadap peristiwa ini serta untuk tidak menyulut persaingan lama antara Suku Lewi dan Suku Ruben.

Korah bin Yizhar bin Kehat bin Lewi, beserta Datan dan Abiram, anak-anak Eliab, dan On bin Pelet, ketiganya orang Ruben, mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa , beserta duaratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang kenamaan.

Maka mereka berkumpul mengerumuni Musa dan Harun, serta berkata kepada keduanya: “Sekarang cukuplah itu ! Segenap umat ini adalah orang-orang kudus, dan Tuhan ada ditengah-tengah mereka, mengapakah kamu meninggi-ninggikan diri di atas jemaat Tuhan?”
(Bilangan 16 : 1-3)

Lalu berkatalah Musa kepada Korah: “……Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi? Sebab itu, engkau ini dengan segenap kumpulanmu, kamu sepakat melawan Tuhan, karena siapakah Harun, sehingga kamu bersungut-sungut kepadanya ? “
(Bilangan 16: 8-11)

Sekalipun Nabi Musa as telah menolak dengan tegas tuntutan mereka untuk mencopot Nabi Harun as sebagai Imam Besar Bangsa Israel, tetapi persoalan-nya belum selesai.
Sehingga ketika Nabi Musa as pergi meninggalkan umatnya untuk menghadap Tuhan di gunung Thursina (selama 40 hari), kelompok ini yang dipimpin oleh Datan dan Abiram, melaksanakan pembuatan patung tuangan anak lembu, sebagai wujud pemberontakan/pengkhianatan terhadap Nabi Harun as yang saat itu menjadi pemimpin (“sarar” yang artinya “penguasa) bangsa Israel. Didalam peristiwa patung tuangan ini hampir saja Nabi Harun as terbunuh.
Ketika Nabi Musa as kembali dari Gunung Thursina dan memperoleh laporan tentang peristiwa patung tuang, maka ia memanggil Datan dan Abiran, tetapi kedua menolak panggilan Nabi Musa as itu, sehingga akhirnya Nabi Musa as mendatangi kemah mereka berdua untuk membacakan firman Tuhan yang menjatuhkan hukuman kepada mereka berdua.

Adapun Musa telah menyuruh orang untuk memanggil Datan dan Abiram, anak-anak Eliab, tetapi jawab mereka: “Kami tidak mau datang.
Belum cukupkah, bahwa engkau memimpin kami keluar dari suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya untuk membiarkan kami mati di padang gurun, sehingga masih juga engkau menjadikan dirimu tuan atas kami?
Sungguh, engkau tidak membawa kami ke negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ataupun memberikan kepada kami ladang-ladang dan kebun-kebun anggur sebagai milik pusaka. Masakan engkau dapat mengelabui mata orang-orang ini? Kami tidak mau datang”.
(Bilangan 16 : 12-14)

Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa :
“Katakanlah kepada umat itu: Pergilah dari sekeliling tempat kediaman Korah, Datan dan Abiram.”
Lalu pergilah Musa kepada Datan dan Abiram, dan para tua-tua Israel mengikuti dia.
Berkatalah ia kepada umat itu: “Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka.”
(Bilangan 16 : 23-26).

Orang-orang yang memberontak/berkhianat/menolak kepemimpinan Nabi Harun as, yaitu Datan dan Abiran dan kumpulannya itulah yang disebutkan dengan nama “Samiri”
Dengan demikian jelas, bahwa baik menurut Al Qur’an maupun menurut Tanakh/Injil Perjanjian Lama sendiri, Nabi Harun as tidak pernah berkhianat kepada Nabi Musa as, tetapi yang terjadi justru Nabi Harun as yang dikhianati oleh sebahagian umatnya.

Apakah Nabi Muhammad SAW “seperti” Nabi Musa as ?

Sesuai dengan maksud awal tulisan ini yaitu bukan bertujuan untuk menentukan siapakah yang benar atau yang salah diantara agama2 samawi yang ada, khususnya antara agama Nasrani dan agama Islam berkaitan dengan klaim masing2 atas Sang Mesiah Universal, maka pada tulisan ini hanya akan mencoba mengkaji kesamaan aspek kenabian diantara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as.

Memang benar pada banyak ayat-ayat Al Qur’an secara jelas dan eksplisit telah dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah diutus untuk seluruh umat manusia dan Beliau SAW adalah Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta (rahmatan lil alamin), yang artinya disini adalah Nabi Muhammad SAW adalah Sang Mesiah Universal. Dan sebagai umat Islam yang menyakini bahwa Al Qur’an adalah merupakan firman Allah SWT, tentunya wajib pula menyakini kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal.
Namun Al Qur’an juga menganjurkan bahkan mewajibkan umat Islam untuk mendasarkan keyakinannya melalui pembenaran menurut akal. Bahkan untuk menyakini keberadaan Allah SWT saja, Al Qur’an mewajibkan menggunakan akal untuk memperhatikan/mempelajari keberadaan Allah SWT baik melalui tanda-2 kekuasaan Allah SWT dan melalui alam ciptaanNya (termasuk manusia itu sendiri) karena hanya keyakinan/keimanan yang dibenarkan/didukung/diperkuat dengan pembenaran akal-lah merupakan keyakinan yang sangat kuat dan benar (Haqqul yakin).
Oleh karenanya juga keyakinan tentang Nabi Muhammad SAW adalah Sang Mesiah Universal juga perlu dibenarkan/didukung/diperkuat dengan pembenaran secara akal/nalar.
Disamping itu Al Qur’an berulangkali menyatakan bahwa Agama Islam dan Al Qur’an diturunkan untuk semua umat manusia, hal ini mengandung konsekwensi bahwa selama masih ada manusia yang belum beriman kepada Al Qur’an, maka selama itu pula kewajiban umat Islam untuk menyampaikan Islam/Al Qur’an belum selesai. Tentunya dalam hal ini bukannya hanya sekedar menyampaikan tentang keberadaan Islam/Al Qur’an, tetapi harus sampai dapat menyakinkan orang lain itu akan kebenaran Islam/Al Qur’an. Dan untuk itu diperlukan sebagai syarat utamanya, adalah kemampuan membuktikan kebenaran Islam/Al Qur’an secara nalar/akal.
Di atas telah dikemukakan bahwa kebenaran suatu agama di masa akhir jaman ini, salah satunya yang utama adalah tergantung pada kebenaran/keabsahan Nabi Pembawa Risalahnya sebagai Mesiah Universal di akhir jaman.
Singkatnya, terdapat kolerasi yang tidak dapat dipisahkan antara kebenaran agama/kitab suci dengan kebenaran Mesiah Universal. Tidaklah mungkin dapat diterima oleh akal, misalnya Islam/Al Qur’an adalah agama yang benar, tetapi Mesiah Universalnya adalah Nabi Isa as (Yesus), atau sebaliknya. Sehingga pada akhirnya kebenaran Mesiah Universal adalah identik dengan kebenaran risalah agama yang dibawanya. Jadi jika Nabi Muhammad SAW adalah benar Sang Mesiah Universal maka pasti agama Islam adalah agama yang benar, atau sebaliknya jika agama Islam adalah agama yang benar maka pasti Nabi Muhammad SAW adalah benar Sang Mesiah Universal.

Setiap kebenaran harus dapat dibuktikan, dan untuk membuktikan diperlukan adanya ukuran, sedangkan untuk mendapatkan ukuran diperlukan adanya alat pengukur.

Untuk membuktikan Nabi Muhammad SAW adalah Sang Mesiah Universal, maka ukuran yang pertama adalah pembuktian bahwa Nabi Ismail as adalah anak Nabi Ibrahim as yang dikorbankan, dan ukuran yang kedua adalah apakah Nabi Muhammad SAW “sama seperti Nabi Musa as”, untuk ukuran yang kedua ini alat ukurannya adalah ke-9 aspek kenabian yang dikemukakan oleh Sdr. M.Musadiq Marhaban termaksud di atas.

Perbedaan Internal Umat Islam Terhadap Pengukuran
Sebagaimana diakui umum, bahwa umat Islam terbagi-bagi kedalam banyak golongan atau mazhab yang memiliki pandangan2 yang saling berbeda tentang beberapa aspek pokok maupun aspek cabang keagamaan. Namun secara garis besarnya umat Islam dapat dibedakan kedalam dua kelompok besar (dengan masing2 variasi didalamnya), yaitu Golongan Suni (Ahlulssunnah wal Jama’ah) dan Golongan Syi’ah (Ahlu Bayt). Golongan Suni merupakan duapertiga dari seluruh umat Islam sedangkan Golongan Syi’ah hanyalah sepertiganya saja. Jika populasi umat Islam dewasa di dunia mencapai 1,5 milyar orang, maka Golongan Suni berjumlah + 1 milyar orang, sementara Golongan Syi’ah hanyalah + 500 juta orang.

Tulisan ini tidak akan menjelaskan tentang perbedaan pandangan antara Golongan Suni dan Golongan Syiah, namun hanya sekedar ingin menggambarkan secara umum bahwa perbedaan pandangan tersebut membawa implikasi yang berbeda terhadap pemenuhan ke-9 aspek kenabian yang dibutuhkan untuk menetapkan apakah Nabi Muhammad SAW sama seperti Nabi Musa as, sehingga karenanya Umat Islam mempunyai landasan yang kuat baik secara internal maupun secara eksternal untuk meng-klaim bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Mesiah Universal/Juru Selamat & Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia di akhir jaman.

Sebagai akibat adanya perbedaan pandangan antara kedua golongan Islam ini (Suni dan Syi’ah), maka umat Islam hanya sepakat bulat dalam pemenuhan Aspek ke-1 s/d ke-5 dari persamaan antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa as, yaitu:

Aspek-1 : Muhammad SAW adalah Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi & Rasul/Nabi Penutup.
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(QS. Al Ahzab [33] : 40).

Aspek-2 : Nabi Muhammad SAW membawa Al Qur’an yang bersisikan hukum/ perjanjian baru bagi seluruh umat Manusia.
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,
(QS. Al Furqon [25] : 1)

Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,….
(QS. An Nahl [16]: 44)

Aspek-3 : Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah
Hai Nabi, …………..…… yang turut hijrah bersama kamu ………… Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab [33]: 50)

Aspek-4 : Nabi Muhammad SAW menghadap langsung Allah SWT di dalam peristiwa Isra Mi’raj.

Aspek-5 : Nabi Muhammad SAW beberapa saat menjelang kewafatannya mengangkat mantan hamba sahayanya yaitu “Zayd bin Haritzah” sebagai Panglima Pasukan, tetapi didalam pertempuran awal Zayd bin Haritzah gugur/syahid, kemudian didalam keadaan sakit yang semakin parah, Beliau SAW mengangkat Usamah bin Zayd (anak laki-2 Zayd bin Haritzah) yang masih berumur 18 tahun sebagai Panglima Pasukan menggantikan bapaknya yang mantan hamba sahaya Nabi Muhammad SAW.

Tindakan Nabi Muhammad SAW mengangkat Zayd bin Haritzah maupun Usamah bin Zayd mengundang tanda-tanya besar (kalau tidak bisa dikatakan sebagai protes halus) dikalangan para Sahabat Beliau SAW, karena masih banyak di antara para Sahabat yang berdasarkan kemampuan berperang berada jauh di atas kemampuan Zayd dan Usamah. Apalagi mengingat usia Usamah masih sangat muda untuk diangkat sebagai Panglima Pasukan.

Ke-engganan umat Islam untuk bergabung kedalam pasukan Usamah, sampai2 menyebabkan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sakit yang semakin parah dan hanya beberapa hari saja menjelang Beliau SAW dipanggilan ke Rahmatullah, terpaksa keluar dari kamarnya dengan dipapah dan naik ke mimbar masjid untuk berpidato menegaskan kembali akan keputusan-nya mengangkat Usamah sebagai Panglima dan memerintahkan agar pasukan Usamah segera berangkat.
Banyak sekali umat Islam, bahkan sampai masa kini, tidak memahami latar belakang keputusan Nabi Muhammad SAW untuk mengangkat Zayd bin Haritzah dan Usamah bin Zayd sebagai Panglima Pasukan Islam, sampai2 Beliau SAW dalam keadaan sakit yang semakin parah dan hanya beberapa hari saja menjelang kewafatannya, bersikap sangat gigih mempertahankan keputusannya itu.

Tetapi jika masalah ini dilihat dari sisi Nubuat Mesianistik, khususnya berkaitan dengan Aspek Ke-5 kesamaan dengan Nabi Musa as, maka sesungguhnya sangat jelas latar belakang keputusan Nabi Muhammad SAW di dalam mengangkat Zayd bin Haritzah dan Usamah bin Zayd, yaitu Nabi Muhammad SAW se-mata2 ingin menyatakan dan membuktikan bahwa Beliau adalah sama seperti Nabi Musa as, yang menjelang kewafatannya juga mengangkat mantan hamba sahayanya menjadi Panglima Pasukan, yaitu Yusya bin Nun (Yoshua bin Nun).
Sayang sekali, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, dan Abu Bakar ra menjabat sebagai Khalifah pertama, maka keputusan Nabi SAW yang mengangkat Usamah bin Zayd dianulir/dibatalkan, dan posisi Panglima Pasukan digantikan oleh Khalid bin Walid.

Sementara itu sebagai akibat perbedaan pandangan diantara umat Islam dalam hal pokok maupun cabang keagamaan, mengakibatkan pula perbedaan didalam menjawab/membuktikan Aspek ke-6 s/d ke-9 persamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as,

Aspek -6 : Mengangkat seorang anggota Keluarganya menjadi Penggantinya/ Penerusnya (Wasiy) dan sebagai Imam Pertama bagi umatnya.
Golongan Suni :
Sekalipun mengakui adanya hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai Ali !, Tidakkah kamu menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan Harun as dari Musa?”

Namun hadist ini tidak dimaknai sebagai pengangkatan Ali bin Abi Thalib (sepupu dan menantu Nabi SAW) menjadi Pengganti/Penerus (Wasiy) Nabi Muhammad SAW.
Golongan Suni sama sekali tidak mengakui kedudukan Ali Bin Abi Thalib sebagai Wasiy Nabi SAW, bahkan menurut mereka Wasiy Nabi SAW adalah seseorang yang dipilih/diangkat atas kesepakatan umat, dan yang pertama adalah Abu Bakar yang dipilih/diangkat di Balai Pertemuan Bani Saidah di Saqifah.
Golongan Syi’ah:
Hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai Ali !, Tidakkah kamu menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan Harun as dari Musa?”, dimaknai sebagai isyarat dari Nabi Muhammad SAW bahwa Ali bin Abi Thalib adalah merupakan Penerus/Pengganti (wasiy) Beliau SAW untuk memimpin umat sebagai Imam Pertama.

Isyarat hadist di atas kemudian diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW
sepulangnya dari Haji Wada ditengah perjalanan menuju Madinah disuatu perempatan yang dinamakan Gadhir Khum, pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H, dihadapan 120.000 umat Islam, berupa pengangkatan resmi Ali bin Abi Thalib sebagai Penerus/Pengganti (Wasiy) Nabi SAW sebagai pemimpin umat (Imam) setelah Nabi SAW.

Peristiwa Ghadir Khum di riwayatkan oleh 110 perawi hadist dan dimuat oleh ratusan kitab hadist baik dari Golongan Suni maupun Golongan Syi’ah. Tetapi anehnya tidak termuat di dalam 6 Kitab Hadist (Kuttubus Sittah) yang diakui oleh Golongan Suni sebagai kitab2 hadist yang sahih dan boleh dijadikan pegangan. Padahal Hadist Gadhir Khum ini merupakan Hadist Sahih yang Muttawatir (artinya kebenaran-nya dianggap mutlak karena diriwayatkan oleh banyak jalur perawi yang dipercaya)

Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW tidak mengangkat anggota keluarganya sebagai Pemimpim/Imam umat Islam.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi Musa, dengan mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai Wasiy Beliau SAW.

Bahwasanya Golongan Suni tidak mengakui pengangkatan Ali bin Abi Thalib tersebut, tidaklah menjadikan pengangkatan itu menjadi tidak ada. Karena bukti hadist dan sejarah tetap menunjukkan Nabi Muhammad SAW telah mengangkat salah seorang anggota keluarga-nya sebagai Penerus/Pengganti/Wasiy dan Imam Pertama bagi umatnya.

Aspek-7: Mempunyai 12 orang Imam dari keturunan Penggantinya

Golongan Suni :
Sekalipun mengakui adanya Hadisth tentang 12 Imam sebagai hadist yang sahih dan muttawatir, tetapi berpendapat bahwa pengangkatan ke-12 Imam ini adalah berdasarkan pemilihan/kesepakatan umat Islam.

Tetapi kemudian Golongan Suni mengalami kesulitan karena tidak bisa menyebutkan/menetapkan siapakah ke duabelas Imam itu. Sehingga akhirnya Hadist 12 Imam ini tidak pernah lagi dimunculkan dalam syariat maupun aqidah Suni.

Golongan Syi’ah :
Sebaliknya Golongan Syi’ah mengakui adanya 12 Imam setelah Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat. Hanya saja berbeda dengan 12 Imam pada Nabi Musa as (Bani Israel) yang keberadaannya sekaligus 12 Imam (horizontal) pada setiap masa, maka 12 Imam pada Nabi Muhammad SAW adalah berurut kebawah (vertikal), sesuai dengan ruang-lingkup waktu misi Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal di akhir jaman.

Adapun Para Imam dari Ahlul Bayt (keturunan) Nabi Muhammad saw adalah sebagai berikut:

NO.
N A M A
G E L A R
JULUKAN

01. Ali Ibn Abi Thalib as Amirul Mukminin Abu Al-Hasan
Abu Turab
02. Hasan Ibn Ali as Al-Mujtaba Abu Muhammad
03. Husain Ibn Ali as Sayyidu Syuhada Abu Abdillah
04. Ali Ibn Al-Husain as As-Sajjad
Zain ul-Abidin Abu Al-Hasan
05. Muhammad Ibn Ali as Al-Baqir Abu Ja’far
06. Ja’far Ibn Muhammad as Ash-Shodiq Abu Abdillah
07. Musa Ibn Ja’far as Al-Kadzim Abu Hasan
Al-Tsani
08. Ali Ibn Musa as Ar-Ridho Abu Al-Hasan
09. Muhammad Ibn Ali as Al-Jawad;
At-Taqi Abu Ja’far
10. Ali Ibn Muhammad as Al-Hadi-Al-Taqi Abu Al-Hasan
11. Hasan Ibn Ali as Az Zaqi Al-Askari Abu Muhammad
12. Muhammad Ibn Hasan as Al-Mahdi; Al-Qoim; Al-Hujjah; Al-Muntadzar; Sohib Al-Zaman; Hujjatullah Abul Qosim

Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW tidak mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal dari keturunannya Penggantinya (Wasiy).

Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal dari keturunannya Penggantinya (Wasiy), yaitu dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra Binti Muhammad SAW.
Aspek-8: Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Universal.

Golongan Suni :
Sekalipun mengakui bahwa bahwa ayat pada QS. Al Ahzab [33]: 33 adalah berkenaan dengan penyucian, tetapi yang disucikan adalah anggota keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi SAW sendiri, semua isteri Beliau, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantunya (Ali bin Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein).
Dan penyucian tersebut se-mata2 bertujuan untuk menyucikan Ahlul Bayt Nabi SAW dari semua dosa, tidak ada tujuan lainnya.

Golongan Syi’ah :
Penyucian yang dimaksud pada QS. Al Ahzab [33]: 33 hanya berkena-an dengan anggota keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi SAW sendiri, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantu-nya (Ali bin Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein). Sedang-kan isteri2 Nabi SAW tidak termasuk didalamnya. Asbabun Nuzul ayat ini diperkuat dengan Hadist Al Kisa yang diakui oleh seluruh umat Islam sebagai Hadist Muttawatir.

Mengapa isteri2 Nabi SAW tidak termasuk didalam “Ahlul Bayt” yang disucikan ?
Pertama, karena penyucian ini adalah dalam rangka persiapan anggota keluarga Nabi SAW untuk menduduki jabatan Imam bagi seluruh Umat Manusia (lihat : penyucian Nabi Harun as dan anak-2nya yang akan menjabat kedudukan Imam Besar umat Israel pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama Kitab Keluaran 40: 12-15 di atas)
Kedua, adalah aneh jika isteri2 Nabi SAW yang ada pada saat QS. Al Ahzab [33]: 33 diturunkan di sucikan, tetapi isteri Nabi SAW yang paling utama dan merupakan salah satu dari 4 wanita utama umat manusia, yaitu Khadijah Al Kubra tidak ikut di sucikan, karena telah jauh sebelumnya wafat.

Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-8 persamaan dengan Nabi Musa, karena penyucian terhadap anggota keluarga Nabi SAW tidak ada kaitannya dengan pengangkatan Pemimpin/Imam
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena penyucian anggota keluarga Nabi SAW adalah justru dalam rangka persiapan menjadi Imam bagi Penggantinya (Wasiy) yaitu Ali bin Abi Thalib beserta anak2nya.

Aspek-9: Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya
Golongan Suni :
Karena tidak mengakui pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Penerus/Pengganti Nabi Muhammad SAW dengan kedudukan Imam (pemimpin) bagi umat Islam, maka Golongan Suni berpandangan tidak ada perbuatan penghianatan terhadap kepemimpinan Penerus/-Pengganti Nabi Muhammad saw.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad saw adalah sah karena didasarkan pada kesepakatan (musyawarah) umat Islam yang dilaksanakan di Saqifah, Balai Pertemuan Bani Saidah.

Golongan Syi’ah:
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Imam (pemimpin) umat Islam (setelah Nabi SAW) oleh Nabi Muhammad SAW sendiri di Gadhir Khum adalah merupakan ketetapan Nabi SAW yang wajib di taati. Jika kemudian segelintir umat Islam yang berkumpul di Balai Pertemuan Saqifah Bani Saidah, memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi SAW, maka perbuatan itu merupakan pembangkangan terhadap Ketetapan Nabi Muhammad SAW serta merupakan pengkhianatan terhadap Ali bin Abi Thalib yang telah diangkat sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam.
(Lihat Peristiwa Penolakan Bani Israel terhadap Pengangkatan Nabi Harun as sebagai Pengganti/Penerus Nabi Musa as pada Kemah Pertemuan Bani Korah, pada halam 32 s/d 36 di atas)
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-9 persamaan dengan Nabi Musa as, karena tidak ada perbuatan penghianatan terhadap Pemimpin/Imam, sebab memang Beliau SAW tidak pernah mengangkat anggota keluarganya (Ali bin Abi Thalib as) sebagai Pemimpin/Imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-9 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama di Saqifah Bani Saidah jelas merupakan tindakan penghianatan terhadap Ali bin Abi Thalib yang telah diangkat oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam di Gadhir Khum pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H.

Perbedaan pandangan diantara Golongan Suni dan Golongan Syi’ah di atas, membawa implikasi terhadap pemenuhan kriteria Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal, khususnya dalam dalam kriteria “sama seperti Nabi Musa as” .

Apabila mengikuti pandangan Golongan Suni, maka tentunya akan sulit meyakinkan umat beragama lainnya tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal, karena pandangan Golongan Suni menafikan (menolak) adanya kesamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as, khususnya berkaitan dengan Aspek Kenabian Ke-6 s/d Ke-9.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah, keseluruhan Aspek Kenabian (9 Aspek) pada Nabi Muhammad SAW adalah sesuai/sama seperti Nabi Musa as, sehingga menurut pandangan Golongan Syi’ah, tidak ada keraguan sedikitpun dan sepenuhnya dapat dibuktikan tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal.

Adanya dua pandangan yang berbeda di antara umat Islam tentang pemenuhan persyaratan kesamaan 9 aspek kenabian antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as sebagaimana di uraikan di atas, sesungguhnya tidak membawa konsekwensi apapun terhadap keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal.

Sebagaimana dapat dimisalkan dengan 3 (tiga) orang buta yang berkumpul pada sebuah tanah lapang di siang hari. Ketiganya tidak bisa melihat matahari yang sedang bersinar terang. Tetapi ketidak mampuan mereka untuk melihat matahari, tidaklah berarti atau tidaklah mengakibatkan matahari tersebut menjadi tidak ada. Keberadaan Matahari tidak tergantung dari mampu atau tidak mampunya manusia melihatnya.

Demikian juga kebenaran dan keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal tidaklah tergantung pada pandangan golongan-2 umat Islam yang menafikan adanya unsur2/faktor2 persyaratan sebagai Mesiah Universal pada diri Nabi Muhammad SAW, sekalipun mereka itu merupakan golongan yang mayoritas dari umat Islam.

Dalam kontek inilah hendaknya dipahami firman Allah SWT berikut ini :

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
(QS. Al An’am [6]: 116)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.
(QS. Al Maidah [5]: 57)

Sekalipun pandangan Golongan Suni seperti yang diuraikan di atas mengakibat-kan sebahagian aspek kenabian Nabi Muhammad SAW menjadi “tidak seperti Nabi Musa as”, yaitu aspek ke-6 s/d ke-9, namun hal ini bukan berarti Golongan Suni tidak mempercayai/meyakini bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah “Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta” yang bermakna juga sebagai Mesiah Universal. Hanya saja keyakinan tersebut se-mata2 di dasarkan pada Al Qur’an, tanpa didukung pembuktian yang terukur dengan alat ukur yang telah ditentukan berdasarkan Nubuat2 Mesianistik, sehingga keyakinan termaksud tidak dapat dijadikan hujjah (argumentasi) untuk menyakinkan umat non-Islam (yang tidak mempercayai Al Qur’an) tentang aspek kenabian Nabi Muhammad SAW yang “sama seperti Nabi Musa as”.
Dilain pihak, pandangan Golongan Suni yang berkaitan dengan Nubuat Mesianistik ini justru menguntungkan umat agama lainnya, terutama Umat agama Yahudi. Mengapa ?

Aqidah agama Yahudi sepenuhnya bertumpu pada harapan kedatangan Sang Mesiah Universal yang akan mengangkat derajat bangsa Israel pada tingkat yang paling tinggi di antara semua bangsa yang ada di dunia. Tanpa adanya harapan ini, maka umat Yahudi akan tercerai-berai mengikuti agama-agama lainnya.
Apabila ternyata Sang Mesiah Universal (yang di-tunggu2) sudah datang dan derajat Bangsa Israel tidak terangkat sampai puncak yang paling tinggi di antara umat manusia, maka tentunya kenyataan itu akan menghapuskan harapan umat Yahudi, dan pada gilirannya akan menghancurkan sendi2 ke-imanan mereka akan kebenaran agama Yahudi.
Oleh karena itu selama harapan umat Yahudi belum terwujud, maka mereka akan dan harus menolak semua klaim atas kemunculan Mesiah Universal yang tidak sejalan dengan harapan2 mereka.

Sebenarnya para pemimpin agama Yahudi (Rabi2) sejak awal kelahiran Nabi Muhammad SAW telah mengetahui bahwa Beliau SAW merupakan Mesiah Universal yang ditunggu2 dan dikhabarkan di dalam Nubuat2 Mesianistik pada Kitab2 Suci terdahulu. Hal inilah yang dikatakan di dalam Al Qur’an :

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
(QS. Al Baqarah [2] : 146)

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(QS. Al A’raf [7]: 157)

Keberadaan komunitas Yahudi di Semenanjung Arab (Madinah dan Khaibar) sebenarnya dilatar belakangi oleh pengetahuan mereka tentang kedatangan Mesiah Universal dari wilayah ini. Umat Yahudi memang me-nunggu2 kedatangan Sang Mesiah Universal tetapi bukan untuk mengikutinya, melainkan untuk menggagalkan baik kedatangan maupun misi Sang Mesiah Universal ini. Karena kedatangan Mesiah Universal dari tanah Arab yang bukan berasal dari keturunan Nabi Ishak as dan bukan pula dari garis keturunan Nabi Daud as (Suku Yehuda), akan membuka rahasia kepalsuan nubuat2 mesianistik yang mereka buat2 sendiri dan pada gilirannya akan memporak-porandakan sendi-2 aqidah dan keimanan agama Yahudi.

Sejarah Islam meriwayatkan hal-2 yang berkaitan dengan aktivitas umat Yahudi di Semenanjung Arab guna menggagalkan kedatangan dan misi Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal, di antaranya :

1. Dimasa kanak2 nya Nabi Muhammad SAW diriwayatkan adanya peringatan tentang usaha pembunuhan atas Nabi Muhammad SAW oleh orang2 Yahudi ;

2. Selama Nabi Muhammad SAW berada di Madinah, sejak awal sampai akhir umat Yahudi baik secara terang2an maupun sembunyi2 (bekerja sama dengan kaum Musyrik Mekkah) senantiasa berupaya menggagalkan misi Nabi Muhammad SAW.

3. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Yahudi tetap berupaya merusak agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari dalam dengan cara membuat hadist2 palsu, yang dikenal sebagai “Hadist Israiliyat”, bekerjasama dengan beberapa unsur umat Islam (munafiqun).

Pandangan dikalangan mayoritas umat Islam sendiri yang secara langsung berakibat (se-olah2) aspek kenabian Nabi Muhammad SAW tidak sama seperti aspek kenabian Nabi Musa as, sangat sejalan dengan keinginan dan kepentingan umat Yahudi sejak awal, dengan demikian para pemimpin agama Yahudi dapat mengatakan kepada umatnya :

“Hai Bani Israel !!! Lihatlah mayoritas umat Islam sendiri tidak mengakui bahwa Nabi mereka “sama seperti Nabi Musa”, artinya Nabi mereka (Nabi Muhammad SAW) bukanlah Sang Mesiah Universal yang kita tunggu. Mesiah Universal dari keturunan Nabi Ishak dan Nabi Daud belum datang !”

Keselarasan antara pandangan Golongan Suni dengan keinginan/kepentingan umat Yahudi berkenaan dengan Ke-Mesiah-an Nabi Muhammad SAW, mungkin hanya kebetulan saja. Tetapi mungkin juga bukan hal yang kebetulan.
Bukankah Sejarah Islam juga meriwayatkan keberadaan figur Kaab Al-Akhbar, seorang ulama Yahudi yang kemudian masuk Islam dimasa pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW ? Kedekatan Kaab Al-Akhbar dengan beberapa tokoh puncak umat Islam di masa itu, yaitu Khalifah Umar bin Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra , serta Abu Hurairah ra (perawi hadist terbanyak dilingkungan Golongan Suni) juga banyak diriwayatkan di dalam kitab2 sejarah Islam.
Melihat kenyataan bahwa pandangan Golongan Suni yang sejalan dan selaras dengan keinginan/kepentingan agama/kaum Yahudi, bukankah cukup alasan untuk berspekulasi, bahwa Kaab Al-Akhbar mungkin telah berhasil memasukan pemikirannya kedalam pandangan Golongan Suni melalui hadist2 Israiliyatnya, seperti hadist di bawah ini :

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Dua orang bercaci maki, seorang dari kaum Muslim dan seorang dari Yahudi. Orang Muslim itu berkata: ……………………………………….., lalu Nabi SAW bersabda: “Janganlah kalian memilih aku atas Musa karena besok pada hari Qiyamat manusia pingsan dan akupun pingsan bersama mereka, Aku adalah orang yang mula pertama sadar, tiba-tiba Musa memegang pada satu segi Arasy, maka aku tidak tahu apakah ia termasuk orang yang pingsan dan sadar sebelum aku, atau ia termasuk orang yang dikecualikan Allah”.

Pada hadist yang diriwayat oleh Abu Hurairah ra (yang sangat erat hubungannya dengan Kaab Al Akhbar) di atas, menjelaskan bahwa Nabi Musa as dibangunkan Allah SWT lebih dahulu dahulu daripada Nabi Muhammad SAW di Hari Kiamat, halmana menunjukan bahwa kedudukan Nabi Musa as lebih utama dibandingkan dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW.

Memahami Kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal
Ketidakpahaman mayoritas umat Islam (Golongan Suni) terhadap kedudukan dan fungsi Nabi Muhammad SAW selaku Mesiah Universal/Juru Selamat Umat Manusia/Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta, yang berpangkal pada penolakan persamaan aspek kenabian ke-6 s/d ke-6 antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as, kemudian mempengaruhi pandangan mayoritas umat Islam terhadap sosok dan kepribadian Nabi Muhammad SAW, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi aqidah dan syariat ke-Islam-an mereka.
Sebagai konsekwensinya, maka selama mayoritas umat Islam belum mampu memahami kedudukkan dan fungsi Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal, maka selama itu pula mayoritas umat Islam tidak akan mampu memahami ajaran agamanya secara utuh.

Sebagai Rahmatan lil Alamin, Nabi Muhammad SAW tidaklah sama seperti semua manusia lainnya yang pernah di ciptakan Allah SWT, Beliau SAW adalah se-mulia2-nya manusia yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Sehubungan dengan ini Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
QS. Al Ahzab [33]: 56

Tidak ada satupun manusia sejak Nabi Adam as sampai Hari Kiamat nanti yang memperoleh kehormatan dari Allah SWT sedemikian tingginya kecuali terhadap Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk mendirikan shalat, melaksanakan puasa, berzakat, beramal-soleh dan sebagainya, tetapi tentunya Allah SWT sendiri tidaklah melakukan/mengerjakan apa2 yang diperintahkanNya kepada umat manusia itu.
Namun berkenaan dengan Nabi Muhammad SAW, sebelum Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk memberikan salam penghormatan (ber-shalawat) kepada Beliau SAW, Allah SWT sendiri beserta seluruh Malaikat telah terlebih dahulu dan terus senantiasa memberikan salam penghormatan (ber-shalawat) kepada Nabi Muhammad SAW.

Apakah Nabi SAW “maksum”?

Jikalau Para Imam Bani Israel dari keturunan Nabi Harun as dan para Imam dari ke-12 Suku Bani Israel saja disucikan oleh Allah SWT, yang artinya “maksum” yaitu setiap saat dicegah dari perbuatan melakukan kesalahan/dosa.
Maka tentunya Nabi Muhammad SAW dan Para Imam Penerus (Wasiy) Beliau SAW yang berlingkup untuk seluruh umat manusia (Universal) lebih dapat dipastikan “ke-maksuman-nya”, sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah SWT di dalam QS. Al Ahzab [33] : 33 , berikut azbabul nuzulnya yaitu Hadist Al Kisa yang telah dikemukakan pada halaman 42 di atas

Sementara ini kalangan mayoritas umat Islam mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW hanya “maksum” pada saat menerima dan memberitakan wahyu Al Qur’an, sedangkan diluar itu Beliau SAW adalah seperti manusia biasa lainnya, yang dapat berbuat salah dan dosa. Sebagai akibat pemahaman ini sering kali terdengar ucapan di antara umat Islam: “Ah tidak apa2 koq berbuat salah, karena Nabi Muhammad SAW juga acapkali berbuat salah, Beliau kan hanya manusia biasa seperti kita”.

Jika benar Nabi Muhammad SAW bisa berbuat salah dan dosa (diluar saat menerima dan memberitakan wahyu Al Qur’an), maka bagaimana mungkin umat Islam diwajibkan berpegang pada Sunnah Beliau SAW? Bukankah dengan demikian di antara sunah2 Nabi SAW itu terbuka kemungkinan mencakup pula perkataan atau perbuatan Beliau SAW yang salah dan mengandung dosa? Dan jika Nabi Muhammad SAW adalah seperti manusia biasa yang bisa berbuat salah dan dosa, bagaimana mungkin Allah SWT justru memerintahkan seluruh umat manusia sampai Hari Kiamat untuk menjadikan Beliau SAW sebagai suri tauladan yang baik, sebagaimana firman Allah SWT :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(QS. Al Ahzab [33] : 21)

Ucapan di atas sungguh2 merendahkan derajat dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan lil Alamin (Mesiah Universal), bagaimana mungkin kedudukan Nabi Muhammad SAW ditempatkan di bawah Para Imam Bani Israel yang dijamin Allah SWT tidak akan melakukan kesalahan/dosa karena mereka telah di sucikan (maksum).
Padahal dilain pihak mayoritas umat Islam mengakui adanya Hadist yang berbunyi: “Ulama2 dari umatku kedudukannya lebih tinggi dari nabi2 Bani Israel”.
Para Imam Bani Israel itu kedudukannya lebih rendah dari nabi2 Bani Israel, dan Nabi Muhammad SAW ditempatkan dibawah para Imam Bani Israel, tetapi dilain pihak ulama2 umat Islam berada di atas nabi2 Bani Israel. Jadinya kedudukan Nabi Muhammad SAW berada jauh dibawah ulama2 umatnya sendiri ?

Cara berpikir mayoritas umat Islam yang kontradiktif di atas se-mata2 dikarenakan ketidakpahaman mereka terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal, Juru Selamat dan Pembawa Rahmat bagi seluruh umat Manusia. (Rahmatan lil Alamin)

Nabi SAW “bermuka masam”
Perendahan/pelecehan kedudukan Nabi Muhammad SAW oleh mayoritas umat Islam tidak saja terjadi pada tingkatan pembicaraan2 ringan se-hari2, melainkan lebih jauh lagi, yaitu dalam menafsirkan ayat2 Al Qur’an menisbahkan (melekatkan) hal2 yang tercela kepada Beliau SAW, seperti terjadi pada penafsiran yang umum atas Surat Abasa [80] : 1-2, yang merupakan Surat Makkiyah Ke-24 :

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya,

Padahal pada Surat Al Qalam [68] : 4, yang merupakan Surat Makkiyah Ke-2, Allah SWT berfirman :

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Bagaimana mungkin dapat dipahami oleh akal yang sehat bahwa Nabi Muhammad SAW yang Allah SWT sendiri telah mengatakan “berbudi pekerti yang agung”, malah bermuka masam dan berpaling ketika seorang pengikutnya yang saleh lagi buta menemuinya (Abdullah bin Ummi Maktum).
Disamping itu wahyu Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, halmana artinya komunikasi yang terjadi adalah antara Allah SAW (melalui Malaikat Jibril as) dan Nabi Muhammad SAW.
Dalam komunikasi dua pihak, maka tentunya kata ganti orang yang digunakan adalah kata ganti orang kedua (kamu, engkau dsb), bukan kata ganti orang ketiga (dia, mereka), karena kata orang ketiga mengandung arti yang bersangkutan tidak termasuk didalam komunikasi dua pihak.
Karena QS. Abasa [80]: 1 ditafsirkan : “Dia (Muhammad)….”, maka berarti Nabi Muhammad SAW merupakan orang ketiga yang tidak termasuk di dalam komunikasi antara Allah SWT dengan orang yang menerima wahyu Al Qur’an termaksud. Jadi kepada siapakah wahyu Surat Abasa ini diturunkan ? Atau berarti juga wahyu Al Qur’an ditafsirkan tidak saja turun kepada Nabi Muhammad SAW tetapi juga ada orang lain?

Nabi SAW “kena sihir”
Kalangan mayoritas umat Islam mempercayai bahwa di Madinah Nabi Muhammad SAW terkena sihir yang dilakukan orang orang Yahudi, sehingga selama 3 hari Beliau SAW menjadi “linglung”, berdasarkan hadist yang di riwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra dan dimuat pada Kitab Sahih Bukhari.
Hadist ini jelas Dhaif (palsu), karena :
1. Jika benar Nabi SAW terkena sihir, maka benarlah tuduhkan kaum kaum musyrik yang mengatakan Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang yang kena sihir, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an :
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir”.
(QS. Al Isra [17]: 47)
atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil) nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata: “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.”
(QS. Al Furqon [25]: 8)

2. Sihir adalah perbuatan syaitan, dan syaitan tidak bisa menggangu orang2 yang mukhlas, sedangkan Nabi Muhammad SAW pastilah lebih lagi dari sekedar orang yang mukhlas.

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia ……….
(QS. Al Baqarah [2]: 102)

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.
(QS. Shaad [38]: 82-83)

Hadist Dhaif tentang Nabi Muhammad SAW terkena sihir yang diriwayatkan oleh Aisyah ra (Kitab Sahih Bukhari) ini kemudian diperkuat lagi dengan hadist2 lainnya (seperti pada Kitab Hadist Al Baihaqi), yang meriwayatkan ketika Nabi SAW terkena sihir inilah Allah SWT menurunkan Surat Al Falaq dan Surat An Nas (Surat Al Mu’awwidzatain), padahal kedua surat tersebut turun di Mekkah sebagai Surat Makkiyah Ke-20 dan Ke-22, sedangkan menurut riwayat hadistnya Nabi SAW terkena sihir ketika di Madinah.

Ketiga contoh di atas tentang rendahnya pandangan dan penghargaan mayoritas Umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW, hanya sekedar mewakili dari banyak lagi contoh2 lainnya yang sejenis, dimana jika dijelaskan satu persatu, niscaya dapat disusun ke dalam sebuah buku tebal tersendiri.
Pandangan dan penghargaan mayoritas umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW sebagaimana digambarkan di atas jelas sekali bertentangan dengan kedudukan dan fungsi Beliau SAW sebagai Mesiah Universal/Juru Selamat dan Pembawa Rahmat bagi umat manusia serta seluruh alam semesta.

Dengan keadaan seperti ini bagaimana mungkin umat Islam mampu menyakinkan umat agama lainnya tentang kebenaran ajaran Agama Islam, karena syarat utama kebenaran ajaran agama samawi di akhir jaman adalah bahwa Nabi Pembawa Risalahnya haruslah memenuhi persyaratan sebagai Sang Mesiah Universal.
Dan sebaliknya, rendahnya penghargaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW, justru dapat dijadikan senjata oleh umat agama lainnya, dimana mereka akan mengatakan, “lihat ! umat Islam sendiri mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai banyak kelemahan seperti layaknya manusia biasa, jadi mana mungkin Nabi Muhammad SAW bisa di akui sebagai Sang Mesiah Universal”.

Kesimpulan/Penutup

1. Ditinjau dari aspek ajarannya, maka pada hakekatnya semua agama samawi mengandung ajaran yang sama, baik pada segi Tauhid maupun Aqidahnya, yang berbeda adalah pada segi syariatnya saja, karena disesuaikan dengan kondisi ruang dan waktunya.
Semua agama samawi mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, Tuhan itu adalah Maha Pencipta Alam Semesta berserta Isinya, sembahlah Tuhan Yang Esa jangan menduakanNya, berlombalah berbuat kebaikan dan janganlah berbuatan kejahatan. Perbedaannya hanyalah berkaitan dengan muatan materi ajarannya yang disesuaikan dengan kemampuan umat manusia pada kurun waktunya untuk memahami ajaran agama yang bersangkutan.
Mungkin tahapan perkembangan muatan materi ajaran agama2 samawi ini dapat di ibaratkan seperti pelajaran pada jenjang pendidikan formal yang ada.
Ajaran agama (pesan Ilahiyah) yang dibawakan oleh Nabi Nuh as sampai Nabi Saleh as (Kaum Tsamud), dapat di umpamakan seperti pelajaran bagi tingkat Taman Kanak2 dan Sekolah Dasar.

Ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as sampai Nabi Yunus as, dapat di umpamakan seperti pelajaran bagi tingkat Sekolah Dasar. Kemudian ajaran agama yang dibawakan oleh Nabi Musa as sampai Nabi Zakaria as & Nabi Yahya as, dapat di umpamakan seperti pelajaran bagi tingkat Sekolah Lanjutan Pertama. Sedangkan ajaran agama yang dibawakan oleh Nabi Isa as diumpamakan seperti pelajaran bagi Sekolah Lanjutan Atas, dan sekaligus mempersiapkan Bani Israel untuk memasuki jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi. Akhirnya, ajaran agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk tingkatan pendidikan yang terakhir, yaitu tingkat Perguruan Tinggi sampai mencapai gelar akademis yang tertinggi, yaitu Tingkat S-3. Seluruh ajaran agama yang dibawa sejak Nabi Adam as sampai ke Nabi Muhammad SAW merupakan satu paket pelajaran pendidikan formal yang terpadu, selaras dan sejalan sesuai dengan tingkatannya, dan paket ajaran ini namanya “Islam”.

2. Agama-2 Samawi pada hakekatnya bertumpu pada dua aspek, yaitu aspek ajaran (aqidah dan syariat) dan aspek sosok/figur Pembawa Risalah Agama yang bersangkutan (Nabi/Rasul) berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Juru Selamat/Pembawa Rahmat bagi Kaum tertentu atau bagi seluruh Umat Manusia (Mesiah Universal). Kedua aspek agama samawi ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam rangka memperoleh pemahaman yang seutuhnya atas masing2 agama samawi yang bersangkutan.
Oleh karena itu ajaran Agama Yahudi tidaklah mungkin dapat dipahami secara utuh tanpa memahami kedudukan dan fungsi Nabi Musa as, Pembawa Risalah Agama Yahudi dengan Kitab Tauratnya (dan juga Nabi Daud as dengan Kitab Zaburnya) sebagai Juru Selamat Bani Israel (Mesiah Bani Israel).

Demikian juga, Agama Nasrani/Kristen tidaklah mungkin dapat dipahami secara utuh tanpa memahami kedudukan dan fungsi Nabi Isa as (Yesus), Pembawa Risalah Agama Nasrani dengan Kitab Injilnya, sebagai Nabi Terakhir/Penutup Bani Israel dan sekaligus Juru Selamat Bani Israel, yang dikirim oleh Allah SWT guna memberikan peringatan kepada Bani Israel atas penyelewengan2 yang telah mereka dilakukan dan sekaligus mempersiapkan Bani Israel untuk menyongsong kehadiran Sang Juru Selamat/Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia (Sang Mesiah Universal).

Dan terlebih lagi tentunya dengan Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Ajaran Agama Islam mutlak hanya mungkin dipahami secara utuh dan benar dengan bertitik pangkal pada pemahaman tentang kedudukan dan fungsi Nabi Muhammad SAW sebagai Juru Selamat/Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam semesta (Rahmatan lil Alamin), yaitu sebagai Sang Mesiah Universal.

3. Kehadiran Mesiah Universal yang dijanjikan menjadi “Thema Sentral” agama2 samawi, dimana hampir semua Nabi yang di utus oleh Allah SWT memberitakan tentang ciri2 dari Sang Mesiah Universal tersebut. Berita2 atau Riwayat2 tentang Mesiah yang terdapat pada Kitab2 Suci Agama Samawi disebut pula sebagai “Nubuat Mesianistik”.
Adapun ciri utama Sang Mesiah Universal menurut Nubuat Mesianistik yang diakui oleh semua agama samawi adalah: 1). Sang Mesiah Universal berasal dari keturunan anaknya Nabi Ibrahim as yang dikorbankan, dan 2). Sang Mesiah Universal itu memiliki kesamaan dalam aspek kenabian dengan Nabi Musa as.

4. Di dalam perkembangan sejarahnya agama2 samawi ternyata tidak dapat bebaskan dirinya dari pengaruh2 kepentingan umatnya untuk mengaku/-mengklaim bahwa masing2 agama merupakan satu2nya agama yang benar dan Nabi Pembawa Risalah Agamnya adalah Sang Mesiah Universal yang ditunggu oleh segenap penganut agama samawi.
Untuk memperkuat klaim tersebut tidak segan2 pula para pemuka agama samawi, dalam hal ini Agama Yahudi, merubah bagian2 tertentu dari Kitab Suci Taurat (Tanakh), agar ciri2 Sang Mesiah Universal sesuai dan sejalan dengan apa yang mereka kehendaki.

Akhirnya, dapat kiranya disimpulkan bahwa perbedaan agama yang ada diantara agama2 samawi adalah bersumber dari persoalan siapakah anak Nabi Ibrahim yang dikorban itu, Ismail-kah atau Ishak-kah dan persoalan Nabi siapakah yang memiliki kesamaan dalam aspek kenabiannya dengan Nabi Musa as.
Kedua persoalan yang nampaknya sangat simpel, tetapi tidak mampu diselesaikan oleh umat manusia.
Dan kedua persoalan ini semata-mata membuktikan betapa benarnya firman Allah SWT,
…………..Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
(QS. Al Maidah [5]: 48)
Dari ayat QS. Al Maidah [5]: 48 di atas sebenarnya sangat terang dan jelas, dimana melalui ayat tersebut Allah SWT menyatakan sesungguhnya sangat mudah bagi Allah SWT untuk menjadikan umat manusia seluruhnya sepakat terhadap siapakah yang sebenarnya Mesiah Universal itu (‘pemberian-Nya”), tetapi Allah SWT justru menjadikan “pemberian-Nya kepadamu” yaitu Sang Mesiah Universal untuk seluruh umat manusia itu sebagai ujian bagi umat manusia apakah mampu mengenali dan mengimani Sang Mesiah Universal itu.
Tetapi pada akhirnya, ketika umat manusia kembali kepada Allah SWT, maka Dia akan memberitahukan siapakah yang sebenarnya Sang Mesiah Universal itu, yang selalu diperselisihkan oleh umat manusia.

Sebagaimana layaknya suatu ujian, maka pemberitahuan Allah SWT tentang siapakah sebenarnya Sang Mesiah Universal adalah juga merupakan jawaban yang berfungsi untuk menilai keberhasilan ujian termaksud.
Bilamana selama hidup di dunia ternyata seseorang telah mengenali dan mengimani Mesiah Universal yang salah, maka artinya yang bersangkutan tidak berhasil lulus dari ujian Allah SWT, dan sebagai akibatnya yang bersangkutan tidak akan memperoleh keselamatan dan keberkatan pada kehidupan di dunia dan di akherat.

Tetapi sebaliknya, jika selama hidup di dunia ternyata seseorang telah mengenali dan mengimani Mesiah Universal yang benar, maka artinya yang bersangkutan berhasil lulus dari ujian Allah SWT, dan sebagai ganjarannya yang bersangkutan akan memperoleh keselamatan dan keberkatan pada kehidupan di dunia dan di akherat

Selamat menempuh ujian Allah SWT !!!

Jakarta, 26 Agustus 2005
Kio – Kajian Islam Otentik
Muchyar Yara

No comments yet.

Leave a comment